
Sebelum membahas mengenai KEADILAN DALAM CUKAI, tidak Bisa dipungkiri : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar gurauan palsu. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya tapi belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. Pendidikan wajib hingga jenjang S1 dan digratiskan. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas KEADILAN DALAM CUKAI, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.
KEADILAN DALAM CUKAI
APA ITU CUKAI?
Segala sesuatu, terutama sesuatu yang abstrak, Bisa diketahui dari ciri-ciri sesuatu tersebut. Begitu juga dengan cukai, kita Bisa memahami apa yang dimaksud dengan cukai dari ciri-ciri cukai. Dibawah ini beberapa ciri cukai:
1. Cakupan yang selektif
Cukai merupakan pajak yang dikenakan kepada barang-barang tertentu atau jasa yang merupakan jenis aktivitas tertentu. Cakupan yang selektif merupakan ciri utama cukai untuk membedakan dengan pajak penjualan. Contoh yang disebut cukai yaitu pajak atas produk minyak. akan tetapi, di Inggris di abad tujuh belas, cukai tidak hanya dikenakan kepada makanan, minuman dan barang-barang lain tetap juga dikenakan untuk rumah, perdagangan, kelahiran dan perkawinan.
2. Diskriminasi
Banyak sebab mengapa suatu produk atau jasa dikenakan cukai, antara lain:
a. Cukai dikenakan untuk mengontrol konsumsi barang-barang yang bertentangan dengan moral atau kesehatan. Contohnya cukai tembakau dan cukai alkohol. Bahkan di beberapa tempat dikenakan terhadap permainan kartu dan segala jenis judi.
b. Cukai dikenakan terhadap barang-barang mewah, seperti kosmetik, parfum, dan permata.
c. Cukai dikenakan untuk mendorong efesiensi penggunaan sumber daya. Contoh cukai jenis ini yaitu cukai polusi.
d. Cukai bahan mentah (raw material) dimaksudkan untuk mencegah pemborosan pemakaian sumber daya alam.
e. Cukai dikenakan untuk mendorong memanfaatan tenaga kerja (padat karya). Produk hasil mesin dikenakan cukai lebih besar dibandingkan dengan produk hasil tangan.
CUKAI DI INDONESIA
Tidak semua negara memungut cukai. Tapi untuk Indonesia, cukai yaitu sumber pendapatan negara yang cukup Bisa diandalkan. Buktinya, tiap tahun pendapatan cukai di APBN selalu meningkat. Untuk mengetahui binatang apa cukai itu, kita lihat dalam undang-undang yang berlaku :
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomor 11 Tahun 1995 mengenai Cukai menyebutkan, “Cukai yaitu pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.”
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang nomor 11 Tahun 1995, ” (1) Cukai dikenakan terhadap Barang tersambar Cukai yang terdiri dari :
a. etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya;
b. minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil;
c. hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.”
Selanjutnya menurut penjelasan pasal tersebut, yang dimaksud dengan etil alkohol atau etanol yaitu barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang diperoleh bagus dengan cara peragian dan atau penyulingan ataupun dengan cara sintesa kimiawi. Sedangkan yang dimaksud dengan minuman yang mengandung etil alkohol yaitu semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan Tutorial peragian, penyulingan, atau Tutorial lainnya, antar lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan sejenisnya.
setelah itu, yang dimaksud dengan sigaret yaitu hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan Tutorial dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Cerutu yaitu hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan Tutorial digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Rokok daun yaitu hasil tempakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung, atau sejenisnya, dengan Tutorial dilinting, untuk dipakai tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Tembakau iris yaitu hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Dan, hasil pengolahan tembakau lainny yaitu hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut diatas.
KEADILAN DALAM TEORI PERPAJAKAN
Setiap orang berpendapat bahwa sistem pajak wajib bersifat adil, yaitu setiap wajib pajak wajib membagikan bagian “yang layak” untuk membiayai kegiatan umum pemerintahan. akan tetapi para ahli tidak bersepakat apa yang dimaksud dengan “yang layak” tersebut. di hakikatnya terdapat dua aliran pemikiran yang Bisa dibedakan:
Pendekatan pertama disebut prinsip manfaat atau benefit pinciple. Prinsip ini pertama-tama dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya, suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak, sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Berdasarkan sistem ini maka sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung di struktur pengeluaran pemerintah. Pendekatan kedua disebut prinsip kemampuan membayar atau ability to pay principle. Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya.
Penerapan Prinsip Manfaat
Menurut sistem manfaat, setiap wajib pajak akan dibebani pajak sesuai dengan permintaaannya terhadap jasa-jasa publik. Sebab setiap orang mempunyai preferensi terhadap jasa publik yang berbeda-beda, maka tidak ada rumusan umum yang berlaku untuk semua orang. Setiap wajib pajak akan dikenakan pajak sesuai dengan hasil evaluasi terhadap masing-masing wajib pajak tersebut. Meskipun demikian, ada beberapa pola yang Bisa kita kenali. Telah kita ketahui bahwa jenis barang-barang pribadi yang dibeli akan bervariasi sesuai dengan tingkat pendapatan setiap rumah tangga. Pola yang sama juga diharapkan berlaku untuk barang-barang sosial.
Jadi formula pajak yang tepat tergantung di pola preferensi masyarakat. Lebih tepat lagi, formula ini tergantung di elastisitas pendapatan dan elastisitas harga terhadap permintaan barang sosial. bila elastisitas pendapatan tinggi, jumlah pajak yang berlaku akan meningkat dengan cepat sesuai dengan pertambahan pendapatan. Sebaliknya bila elastisitas harga yang tinggi maka kenaikan jumlah pajak akan lebih kecil.
Penerapan prinsip kemampuan membayar
Prinsip kemampuan membayar mengatakan bahwa orang-orang yang mempunyai kemampuan sama wajib membayar pajak dengan jumlah yang sama, sementara orang yang mempunyai kemampuan lebih besar wajib membayar lebih besar. Yang pertama disebut keadilan horisontal dan kedua disebut keadilan vertikal. Prinsip keadilan horisontal dengan demikian hanya menerapkan prinsip dasar keadilan berdasarkan undang-undang. Prinsip keadilan vertikal juga membagikan perlakuan yang sama, akan tetapi beranggapan bahwa mereka yang mempunyai kemampuan berbeda, wajib membayar jumlah pajak yang berbeda pula. Penerapan kedua kaidah tersebut memerlukan ukuran kuantitatif mengenai kemampuan membayar.
Pendapatan telah diterima dengan cara luas sebagi ukuran untuk menentukan kemampuan membayar pajak. Akan akan tetapi, beberapa pihak tetap berpendapat bahwa konsumsi merupakan pilihan yang jauh lebih bagus. Sebagian ahli berpendapat bahwa wajib pajak wajib membayar pajak berdasarka apa yang dikonsumsikannya dan bukan berdasarkan apa yang ditabungkannya. Pendekatan berdasarkan konsumsi membagikan rasa keadilan Sebab hal ini menempatkan beban yang sama terdapat setiap orang yang mempunyai kemampuan konsumsi yang sama.
APAKAI CUKAI KITA ADIL?
Sesuai dengan karakteristik cukai sebagaimana dipaparkan diatas, cukai hanya dibebankan kepada barang-barang tertentu. Khusus di Indonesia, cukai dikenakan terhadap etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang meliputi : sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainya.
Sebab hanya dikenakan terhadap barang-barang tertentu aja, maka sulit sekali melihat keadilan dalam sistem cukai di Indonesia. Prinsip manfaat, mensyaratkan bahwa wajib pajak membayar sejumlah pajak tertentu sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Semakin besar wajib pajak membayar pajak, semakin besar manfaat yang diterimanya. di masyarakat yang demokratis, wajib pajak cenderung memakai kaidah ini.
Sedangkan cukai tidak merepresentasikan manfaat yang timbal balik. Pembayar cukai, seperti perokok, tidak pernah mensyaratkan manfaat yang diberikan oleh pemerintah terhadap para perokok. Bahkan sebaliknya, pemerintah mendorong pembatasan ruang-ruang bebas merokok. Pemerintah mengkampanyekan larangan merokok untuk ruangan fasilitas umum seperti di bis, ruang tunggu, ruang kantor, dan lain-lain. Ini artinya, fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk ruangan tempat merokok justru semakin diperkecil.
Sedangkan, prinsip kemampuan membayar tidak Bisa digunakan untuk analisis keadilan dalam cukai. Para wajib pajak dikatakan mendapat perlakuan sama, bila besarnya jumlah pajak yang wajib mereka bayar mencakup suatu pengorbanan atau hilangnya kesejahteraan yang sama. Hilangnya kesejahteraan diartikan sebagai hilangnya pendapatan. Berdasarkan Asumsi ini, maka masyarakat dengan pendapatan atau kemampuan membayar yang sama wajib membayar pajak dengan jumlah yang sama pula.
Yang sulit yaitu tidak semua wajib pajak mengkonsumsi barang tersambar cukai. Ini artinya, dua orang dengan kemampuan yang sama tidak membayar pajak yang sama bila salah satu dari keduanya mengkonsumsi barang tersambar cukai sedangkan yang lainnya tidak.
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan diatas, Bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Cukai tidak menganut prinsip-prinsip keadilan terutama terutama bila standar penilaiannya yaitu prinsip manfaat (benefit principle) dan prinsip kemampuan untuk membayar (ability to pay principlei).
b. Tujuan pengenaan cukai lebih kepada mengawasi konsumsi, mencegah karena negatif, menciptakan lapangan kerja dan penerimaan pemerintah.
Catatan :
*) Tulisan ini yaitu modifikasi dari makalah mengenai cukai oleh penulis sendiri yang merupakan salah satu tugas mata kuliah “Bea dan Cukai” di FISIP UI