GOODWILL NEGATIF Yang Wajib Kita Ketahui - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia


Sebelum membahas mengenai GOODWILL NEGATIF, perhatikan bahwa : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Hanya tenaga profesional aja yg boleh dikirim ke luar negeri. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas GOODWILL NEGATIF, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

GOODWILL NEGATIF


PENDAHULUAN
Banyak Wajib Pajak besar yang menjalankan akuisisi Wajib Pajak lain dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomi! Biasanya tujuan utama akuisisi yaitu sinergi usaha pengakuisisi bagus untuk jangka pendek atau jangka panjang. Perusahaan yang diakuisisi mungkin mempunyai supply bahan baku yang dibutuhkan oleh pengakuisisi sehingga ada Agunan pasokan bahan baku, atau mempunyai jaringan pemasaran produk sehingga memudahkan pemasaran, atau bahkan pesaing pengakuisisi sehingga dengan akuisisi tersebut pengakuisisi mempunyai pangsa pasar lebih besar. Bisa juga akuisisi untuk melebarkan divisi usaha lain sehingga pengakuisisi mempunyai beragam macam usaha, dan lain-lain.

Dari segi akuntansi, akuisisi juga Bisa berfungsi make-up. Perusahaan yang tidak mempunyai kegiatan apa-apa (paper company) Bisa terlihat mempunyai kegiatan di Necara dan Laporan Laba Rugi lainnya dengan mengakuisisi perusahaan sehat. Perusahaan “A” yang membeli lebih dari 50% saham perusahaan “B” wajib mencatat investasi tersebut dengan memakai metode pooling of interest method. Unsur-unsur laporan keuangan dari perusahaang yang bergabung wajib dimasukkan dalam laporan keuangan gabungan. Dan biasanya, laporan keuangan gabungan selalu lebih cantik dilihat dari angka-angka dibandingkan dengan laporan keuangan sendiri.

Akuisisi juga sering menimbulkan manfaat lain yaitu timbulnya goodwill. Goodwill yaitu selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang Bisa diidentifikasi di tanggan transaksi pertukaran. Para akuntan memandang goodwill sebagai menfaat keekonomian masa yang akan datang sebagai hasil sinergi atau sebagai hasil suatu aktiva tidak mungkin diakui.

GOODWILL NEGATIF
Goodwill negatif merupakan selisih lebih antara bagian pengakuisisi atas nilai wajar aktiva bersih dan biaya perolehan anak perusahaan yang diakuisisi. Contoh berikut yaitu transaksi yang menimbulkan goodwill negatif. Data dibawah ini merupakan Neraca milik anak perusahaan yang diakuisisi :
Aktiva lancar Rp.100.000.000
Aktiva Tetap Rp.250.000.000
Aktiva Lain-lain Rp. 25.000.000
Hutang Lancar (Rp. 75.000.000)
Hutang Jangka Panjang (Rp.100.000.000)
Hutang Lain-lain (Rp. 50.000.000)
Nilai WAJAR Aktiva Bersih Rp.175.000.000

Seandainya, perusahaan dengan nilai wajar aktiva bersih seperti tersebut diatas diakuisisi sebanyak 100% senilai Rp.150.000.000 maka pengakuisisi akan mendapatkan goodwill negatif sebesar Rp.25.000.000. Di neraca pengakuisisi, goodwill negatif ini akan muncul di sisi kewajiban sebesar Rp. 25.000.000. akan tetapi, goodwill negatif ini hanya akan muncul dalam neraca gabungan atau neraca konsolidasi pengakuisisi. bila ‘pun’ tidak ada Perkataan-Perkataan neraca konsolidari, biasanya laporangan keuangan konsolidasi selalu ditambah “dan anak perusahaan”. Seperti, PT ABC dan anak perusahaan.

PSAK No. 22 mengenai Akuntansi Penggabungan Usaha di paragrap 46 menyebutkan bahwa goodwill negatif yaitu pendapatan yang ditangguhkan (deferred income). Pendapatan ini setelah itu dengan cara sistematis selama suatu periode tidak kurang dari 20 tahun akan diakui sebagai pendapatan melalui penyusutan goodwill.

Kalau PSAK sudah jelas-jelas mengakui goodwill negatif sebagai pendapatan, walaupun diakui selama 20 tahun, bagaimana dengan pajak? Tidak ada Anggaran khusus mengenai goodwill negatif. Sebab itu, masing-masing membagikan tafsiran sendiri-sendiri. Satu pendapat menyatakan bahwa goodwill negatif bukan objek PPh sedangan pendapat lain sebagai objek PPh. Berikut ini yaitu uraian masing-masing pendapat dan analisa penulis.

BUKAN OBJEK PPh
Pendapat pertama mengatakan bahwa goodwill negatif bukan objek PPh. Setidaknya ada dua alasan mengapa goodwill negatif bukan ojejk PPh. Kedua alasan tersebut dalam kasus-kasus yang umum sudah diterima dan diakui kebenarannya.

Alasan pertama, goodwill negatif hanya muncul di neraca konsolidasi. Sedangkan di neraca bukan konsolidasi, neraca induk aja, tidak akan ada goodwill negatif. Sedangkan perpajakan di Indonesia, khususnya pajak penghasilan, tidak mengakui adanya laporan keuangan konsolidasi. Hal ini dikarenakan kita menganut the classical system dimana masing-masing dianggap sebagai satu entitas yang terpisah. Induk sebagai badan hukum sendiri dan anak sebagai badan hukum yang lain, terpisah dari induk. Sehingga pelaporan perpajakan, angka-angka yang wajib dimuat di SPT Tahunan PPh yaitu angka-angka laporan keuangan induk aja. Bukan laporan keuangan konsolidasi.

Kasus ini mirip dengan kasus deviden. Wajib Pajak di negara penganut sistem klasik selalu mengeluh Sebab adanya double-double perpajakan. Pemegang saham, para konglomerat, akan mendapatkan sebagian kecil aja keuntungan dari unit-unit usaha Sebab akan terkikis oleh pajak. Sebaliknya, goodwill negatif tidak terkena pajak.

bila goodwill negatif akan dikenakan pajak maka SPT PPh kita wajib mengakui laporan keuangan gabungan. Angka-angka SPT PPh wajib sama dengan laporan keuangan gabungan. Konsekuensinya, anak perusahaan tidak wajib membuat SPT PPh Sebab semua data keuangan anak perusahaan akan dilaporkan di SPT PPh induk perusahaan. Dengan Perkataan lain, semua kewajiban PPh badan dalam satu grup dilakukan oleh induk aja. Grup dipandang sebagai satu entitas, badan hukum, dan anak perusahaan dianggap sebagai unit-unit usaha yang tergabung menjadi satu kesatuan.

Alasan kedua, saat akuisisi yaitu saat pembelian sedangkan laba atau rugi diakui saat penjualan. di keadaan normal, menghitung laba atau rugi yaitu penjualan dikurangi pembelian dan biaya-biaya yang terkait dengan barang atau jasa yang dijual. Disebut laba bila nilai penjualan lebih besar daripada harga inti. Sedangkan di saat akuisisi, belum ada laba atau rugi Sebab aktiva yang dibeli belum dijual kembali.

OBJEK PPh
Dari contoh neraca diatas, terlihat bahwa goodwill negatif yaitu “selisih lebih”. Barang senilai, menurut harga wajar, Rp.175.000.000 dibeli dengan harga Rp.150.000.000. Pembeli tentu aja akan memperoleh keuntungan setidaknya sebesar Rp.25.000.000 walaupun keuntungan itu masih berupa potensi.

The creation theory of income mengatakan bahwa penghasilan yaitu kemampuan ekonomi yang Bisa dipakai atau dinikmati. di kasus goodwill negatif, selisih lebih antara nilai wajar dengan pembelian merupakan manfaat ekonomi yang Bisa dipakai. Bertambahnya nilai aktiva (sebesar goodwill) yang kita miliki dan diakui di neraca konsolidasi mengindikasikan adanya “tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak”.

di kasus akuisisi, penghasilan bukanlah capital gain Sebab capital gain hanya terjadi saat penjualan. akan tetapi ada penghasilan lain yang disebut capital appreciation, yaitu penghasilan yang diperoleh Sebab bertambahnya nilai aktiva kita. Contoh yang sudah umum diakui yaitu valuta asing. Semua uang, piutang, hutang atau aktiva apapun yang bernominasi mata uang asing wajib ditransfer ke mata uang rupiah dengan harga pasar. Selisih lebih antara harga yang tercatat dengan harga pasar yaitu capital appreciation dan dianggap sebagai penghasilan. di kasus valuta asing, untuk mendapatkan penghasilan tidak wajib ada penjualan akan tetapi cukup ‘pertambahan nilai aktiva’. Pertambahan nilai aktiva ini dianggap “tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak”.

Apa yang dimaksud tambahan kemampuan ekonomis? Menurut Ahli perpajakan, tambahan kemampuan ekonomis yaitu :
[1] aliran kemampuan ekonomis yang mempunya nilai uang;
[2] jumlah aljabar dari nilai barang & jasa yang dikonsumsi atau disimpan untuk dipakai.

Syarat pertama tambahan kemampuan ekonomis yaitu Bisa dinilai atau mempunyai nilai uang. Syarat kedua yaitu ‘dikonsumsi atau disimpan’. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut tidak wajib untuk dikonsumsi tapi Bisa juga untuk disimpan dengan tujuan tertentu. Dari batasan tambahan kemampuan ekonomis tersebut diketahui bahwa goodwill negatif merupakan penghasilan dan objek Pajak Penghasilan.

PENGAKUISISI yaitu PEMEGANG SAHAM
Tidak diragukan lagi bila pengakuisisi yaitu pemegang saham! Pengakuisisi yaitu pemilik saham anak perusahaan, perusahaan yang diakuisisi. Tidak ada yang aneh. Hanya aja, dunia perpajakan selalu memperlakukan Anggaran khusus berkenaan dengan transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham. Kita lihat contoh klasik deviden terselubung dibawah ini.

PT Selalu Untung menjual suatu aktiva kepada seorang pemegang saham senilai Rp.10.000.000. Sebab aktiva tersebut sudah 100% disusutkan, maka nilai buku aktiva tersebut Rp.0,00 alian NOL. Atas transaksi tersebut, PT Selalu Untuk membukukan keuntungan sebesar nilai jual Rp.10.000.000 Sebab nilai bukunya nol.

Ternyata, harga wajar aktiva tersebut bukan Rp.10.000.000 akan tetapi Rp.30.000.000. Sebab terdapat selisih Rp.20.000.000 dengan harga wajar, maka atas pembelian aktiva tersebut pemegang saham memperoleh penghasilan sebesar Rp.20.000.000. Seharusnya, PT Selalu Untung memotong PPh Pasal 23 atas deviden sebesar 15% dari Rp.20.000.000 dan pemegang saham mencatat atau menambahkan penghasilan di SPT PPh OP sebesar Rp.20.000.000 Sebab pembelian aktiva tersebut.

Kita kembali ke kasus goodwill negatif. Sekali lagi, pengakuisisi yaitu pemegang saham. Saat terjadi akuisisi, pengakuisisi memperoleh penghasilan sebesar goodwill negatif. Penghasilan sebesar goodwill negatif wajib diakui oleh pemegang saham (pengakuisisi) dan dilaporkan di SPT PPh Badan. Selanjutnya, tentu aja, wajib dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh.


Epilog
Apakah Sebab perbedaan Tutorial pelaporan SPT, kita wajib kehilangan pajak atas goodwill? Bukankah praktisi akuntansi dan usahawan juga sudah mengakui bahwa goodwill yaitu satu jenis keuntungan? Kita pun selalu mendahukukan hakikat daripada formalitas, the substance-over-form principle. bila hakikat ekonominya goodwill negatif merupakan penghasilan, maka tidak ada alasan untuk tidak memasukkan goodwill negatif sebagai objek Pajak Penghasilan!

[catatan : tulisan ini telah dimuat di Artikel Perpajakan portal intranet DJP"

GOODWILL NEGATIF Yang Wajib Kita Ketahui


Sebelum membahas mengenai GOODWILL NEGATIF, perhatikan bahwa : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Hanya tenaga profesional aja yg boleh dikirim ke luar negeri. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas GOODWILL NEGATIF, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

GOODWILL NEGATIF


PENDAHULUAN
Banyak Wajib Pajak besar yang menjalankan akuisisi Wajib Pajak lain dengan tujuan mendapatkan manfaat ekonomi! Biasanya tujuan utama akuisisi yaitu sinergi usaha pengakuisisi bagus untuk jangka pendek atau jangka panjang. Perusahaan yang diakuisisi mungkin mempunyai supply bahan baku yang dibutuhkan oleh pengakuisisi sehingga ada Agunan pasokan bahan baku, atau mempunyai jaringan pemasaran produk sehingga memudahkan pemasaran, atau bahkan pesaing pengakuisisi sehingga dengan akuisisi tersebut pengakuisisi mempunyai pangsa pasar lebih besar. Bisa juga akuisisi untuk melebarkan divisi usaha lain sehingga pengakuisisi mempunyai beragam macam usaha, dan lain-lain.

Dari segi akuntansi, akuisisi juga Bisa berfungsi make-up. Perusahaan yang tidak mempunyai kegiatan apa-apa (paper company) Bisa terlihat mempunyai kegiatan di Necara dan Laporan Laba Rugi lainnya dengan mengakuisisi perusahaan sehat. Perusahaan “A” yang membeli lebih dari 50% saham perusahaan “B” wajib mencatat investasi tersebut dengan memakai metode pooling of interest method. Unsur-unsur laporan keuangan dari perusahaang yang bergabung wajib dimasukkan dalam laporan keuangan gabungan. Dan biasanya, laporan keuangan gabungan selalu lebih cantik dilihat dari angka-angka dibandingkan dengan laporan keuangan sendiri.

Akuisisi juga sering menimbulkan manfaat lain yaitu timbulnya goodwill. Goodwill yaitu selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang Bisa diidentifikasi di tanggan transaksi pertukaran. Para akuntan memandang goodwill sebagai menfaat keekonomian masa yang akan datang sebagai hasil sinergi atau sebagai hasil suatu aktiva tidak mungkin diakui.

GOODWILL NEGATIF
Goodwill negatif merupakan selisih lebih antara bagian pengakuisisi atas nilai wajar aktiva bersih dan biaya perolehan anak perusahaan yang diakuisisi. Contoh berikut yaitu transaksi yang menimbulkan goodwill negatif. Data dibawah ini merupakan Neraca milik anak perusahaan yang diakuisisi :
Aktiva lancar Rp.100.000.000
Aktiva Tetap Rp.250.000.000
Aktiva Lain-lain Rp. 25.000.000
Hutang Lancar (Rp. 75.000.000)
Hutang Jangka Panjang (Rp.100.000.000)
Hutang Lain-lain (Rp. 50.000.000)
Nilai WAJAR Aktiva Bersih Rp.175.000.000

Seandainya, perusahaan dengan nilai wajar aktiva bersih seperti tersebut diatas diakuisisi sebanyak 100% senilai Rp.150.000.000 maka pengakuisisi akan mendapatkan goodwill negatif sebesar Rp.25.000.000. Di neraca pengakuisisi, goodwill negatif ini akan muncul di sisi kewajiban sebesar Rp. 25.000.000. akan tetapi, goodwill negatif ini hanya akan muncul dalam neraca gabungan atau neraca konsolidasi pengakuisisi. bila ‘pun’ tidak ada Perkataan-Perkataan neraca konsolidari, biasanya laporangan keuangan konsolidasi selalu ditambah “dan anak perusahaan”. Seperti, PT ABC dan anak perusahaan.

PSAK No. 22 mengenai Akuntansi Penggabungan Usaha di paragrap 46 menyebutkan bahwa goodwill negatif yaitu pendapatan yang ditangguhkan (deferred income). Pendapatan ini setelah itu dengan cara sistematis selama suatu periode tidak kurang dari 20 tahun akan diakui sebagai pendapatan melalui penyusutan goodwill.

Kalau PSAK sudah jelas-jelas mengakui goodwill negatif sebagai pendapatan, walaupun diakui selama 20 tahun, bagaimana dengan pajak? Tidak ada Anggaran khusus mengenai goodwill negatif. Sebab itu, masing-masing membagikan tafsiran sendiri-sendiri. Satu pendapat menyatakan bahwa goodwill negatif bukan objek PPh sedangan pendapat lain sebagai objek PPh. Berikut ini yaitu uraian masing-masing pendapat dan analisa penulis.

BUKAN OBJEK PPh
Pendapat pertama mengatakan bahwa goodwill negatif bukan objek PPh. Setidaknya ada dua alasan mengapa goodwill negatif bukan ojejk PPh. Kedua alasan tersebut dalam kasus-kasus yang umum sudah diterima dan diakui kebenarannya.

Alasan pertama, goodwill negatif hanya muncul di neraca konsolidasi. Sedangkan di neraca bukan konsolidasi, neraca induk aja, tidak akan ada goodwill negatif. Sedangkan perpajakan di Indonesia, khususnya pajak penghasilan, tidak mengakui adanya laporan keuangan konsolidasi. Hal ini dikarenakan kita menganut the classical system dimana masing-masing dianggap sebagai satu entitas yang terpisah. Induk sebagai badan hukum sendiri dan anak sebagai badan hukum yang lain, terpisah dari induk. Sehingga pelaporan perpajakan, angka-angka yang wajib dimuat di SPT Tahunan PPh yaitu angka-angka laporan keuangan induk aja. Bukan laporan keuangan konsolidasi.

Kasus ini mirip dengan kasus deviden. Wajib Pajak di negara penganut sistem klasik selalu mengeluh Sebab adanya double-double perpajakan. Pemegang saham, para konglomerat, akan mendapatkan sebagian kecil aja keuntungan dari unit-unit usaha Sebab akan terkikis oleh pajak. Sebaliknya, goodwill negatif tidak terkena pajak.

bila goodwill negatif akan dikenakan pajak maka SPT PPh kita wajib mengakui laporan keuangan gabungan. Angka-angka SPT PPh wajib sama dengan laporan keuangan gabungan. Konsekuensinya, anak perusahaan tidak wajib membuat SPT PPh Sebab semua data keuangan anak perusahaan akan dilaporkan di SPT PPh induk perusahaan. Dengan Perkataan lain, semua kewajiban PPh badan dalam satu grup dilakukan oleh induk aja. Grup dipandang sebagai satu entitas, badan hukum, dan anak perusahaan dianggap sebagai unit-unit usaha yang tergabung menjadi satu kesatuan.

Alasan kedua, saat akuisisi yaitu saat pembelian sedangkan laba atau rugi diakui saat penjualan. di keadaan normal, menghitung laba atau rugi yaitu penjualan dikurangi pembelian dan biaya-biaya yang terkait dengan barang atau jasa yang dijual. Disebut laba bila nilai penjualan lebih besar daripada harga inti. Sedangkan di saat akuisisi, belum ada laba atau rugi Sebab aktiva yang dibeli belum dijual kembali.

OBJEK PPh
Dari contoh neraca diatas, terlihat bahwa goodwill negatif yaitu “selisih lebih”. Barang senilai, menurut harga wajar, Rp.175.000.000 dibeli dengan harga Rp.150.000.000. Pembeli tentu aja akan memperoleh keuntungan setidaknya sebesar Rp.25.000.000 walaupun keuntungan itu masih berupa potensi.

The creation theory of income mengatakan bahwa penghasilan yaitu kemampuan ekonomi yang Bisa dipakai atau dinikmati. di kasus goodwill negatif, selisih lebih antara nilai wajar dengan pembelian merupakan manfaat ekonomi yang Bisa dipakai. Bertambahnya nilai aktiva (sebesar goodwill) yang kita miliki dan diakui di neraca konsolidasi mengindikasikan adanya “tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak”.

di kasus akuisisi, penghasilan bukanlah capital gain Sebab capital gain hanya terjadi saat penjualan. akan tetapi ada penghasilan lain yang disebut capital appreciation, yaitu penghasilan yang diperoleh Sebab bertambahnya nilai aktiva kita. Contoh yang sudah umum diakui yaitu valuta asing. Semua uang, piutang, hutang atau aktiva apapun yang bernominasi mata uang asing wajib ditransfer ke mata uang rupiah dengan harga pasar. Selisih lebih antara harga yang tercatat dengan harga pasar yaitu capital appreciation dan dianggap sebagai penghasilan. di kasus valuta asing, untuk mendapatkan penghasilan tidak wajib ada penjualan akan tetapi cukup ‘pertambahan nilai aktiva’. Pertambahan nilai aktiva ini dianggap “tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak”.

Apa yang dimaksud tambahan kemampuan ekonomis? Menurut Ahli perpajakan, tambahan kemampuan ekonomis yaitu :
[1] aliran kemampuan ekonomis yang mempunya nilai uang;
[2] jumlah aljabar dari nilai barang & jasa yang dikonsumsi atau disimpan untuk dipakai.

Syarat pertama tambahan kemampuan ekonomis yaitu Bisa dinilai atau mempunyai nilai uang. Syarat kedua yaitu ‘dikonsumsi atau disimpan’. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut tidak wajib untuk dikonsumsi tapi Bisa juga untuk disimpan dengan tujuan tertentu. Dari batasan tambahan kemampuan ekonomis tersebut diketahui bahwa goodwill negatif merupakan penghasilan dan objek Pajak Penghasilan.

PENGAKUISISI yaitu PEMEGANG SAHAM
Tidak diragukan lagi bila pengakuisisi yaitu pemegang saham! Pengakuisisi yaitu pemilik saham anak perusahaan, perusahaan yang diakuisisi. Tidak ada yang aneh. Hanya aja, dunia perpajakan selalu memperlakukan Anggaran khusus berkenaan dengan transaksi yang dilakukan oleh pemegang saham. Kita lihat contoh klasik deviden terselubung dibawah ini.

PT Selalu Untung menjual suatu aktiva kepada seorang pemegang saham senilai Rp.10.000.000. Sebab aktiva tersebut sudah 100% disusutkan, maka nilai buku aktiva tersebut Rp.0,00 alian NOL. Atas transaksi tersebut, PT Selalu Untuk membukukan keuntungan sebesar nilai jual Rp.10.000.000 Sebab nilai bukunya nol.

Ternyata, harga wajar aktiva tersebut bukan Rp.10.000.000 akan tetapi Rp.30.000.000. Sebab terdapat selisih Rp.20.000.000 dengan harga wajar, maka atas pembelian aktiva tersebut pemegang saham memperoleh penghasilan sebesar Rp.20.000.000. Seharusnya, PT Selalu Untung memotong PPh Pasal 23 atas deviden sebesar 15% dari Rp.20.000.000 dan pemegang saham mencatat atau menambahkan penghasilan di SPT PPh OP sebesar Rp.20.000.000 Sebab pembelian aktiva tersebut.

Kita kembali ke kasus goodwill negatif. Sekali lagi, pengakuisisi yaitu pemegang saham. Saat terjadi akuisisi, pengakuisisi memperoleh penghasilan sebesar goodwill negatif. Penghasilan sebesar goodwill negatif wajib diakui oleh pemegang saham (pengakuisisi) dan dilaporkan di SPT PPh Badan. Selanjutnya, tentu aja, wajib dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh.


Epilog
Apakah Sebab perbedaan Tutorial pelaporan SPT, kita wajib kehilangan pajak atas goodwill? Bukankah praktisi akuntansi dan usahawan juga sudah mengakui bahwa goodwill yaitu satu jenis keuntungan? Kita pun selalu mendahukukan hakikat daripada formalitas, the substance-over-form principle. bila hakikat ekonominya goodwill negatif merupakan penghasilan, maka tidak ada alasan untuk tidak memasukkan goodwill negatif sebagai objek Pajak Penghasilan!

[catatan : tulisan ini telah dimuat di Artikel Perpajakan portal intranet DJP"
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo