Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri Yang wajib Kita Ketahui - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia


Sebelum membahas mengenai Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri, ada baiknya untuk menyimak hal berikut ini : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar angan2 dan Asa semu. Memang benar Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. untuk yg tidak mau sekolah atau yg tidak menyekolahkan anaknya wajib dihukum seberat beratnya. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri


Saya ada baca blog kita menyangkut pajak. Sedikit pertanyaan, kebetulan kantor kami yaitu kantor dengan dana hibah yang menurut PP 42 tahun 95 proyek pemerintah yang dibiayai oleh dana hibah UN. Begitu juga dengan SK Menkeu no. 574/KMK.04/2000 kegiatan berbasis hibah yaitu bebas pajak.

Kebetulan saat ini kami akan berlangganan mesin fotocopi yang dikenakan pajak dan kami telah mengirimkan surat pembebasan pajak disertai dokumen-dokumen pendukung (nomor hibah dari menkeu). Perlukah adanya NPWP untuk proyek mengingat kami bukanlah Wajib Pajak?

Perusahaan persewaan mesin fotocopi itu, dalam hal ini pt astragraphia menanyakan NPWP proyek kami, terus terang kami agak bingung dengan hal tersebut. Bisakah bapak membantu? terimakasih sebelumnya.


Regards,
Ailsa Amila
SSPDA Bappenas
Jl. Bappenas B 5 Jakarta Selatan
Tel/fax: 021-52907099


Wajib Pajak
Pertama, NPWP yaitu identitas menurut kantor administrasi pajak [DJP]. Seharusnya, tanpa identitas [tanpa NPWP], kantor pajak tidak mengenal siapa pun. Berikut yaitu pengertian NPWP:
Nomor inti Wajib Pajak yaitu nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan Copyright dan kewajiban perpajakannya.


Perhatikan Perkataan-Perkataan : sarana dalam administrasi dan pengenal diri.

Kedua mengenai proyek. Berikut yaitu pengertian badan menurut UU KUP:
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan bagus yang menjalankan usaha ataupun yang tidak menjalankan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, Forum dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.


Perhatikan Perkataan-Perkataan berikut, " sekumpulan orang .. yang tidak menjalankan usaha .. dan bentuk badan lain ..." Pendapat saya, proyek termasuk dalam pengertian badan dalam UU KUP.


Ketiga, proyek di dijalankan oleh orang pribadi. Ada upah untuk orang pribadi tersebut sebagai imbalan [apapun namanya] atas aktivitas tersebut. bila mengacu ke peraturan perpajakan, setiap orang [proyek juga Bisa disebut orang dengan cara hukum] yang membagikan penghasilan kepada orang lain wajib memotong PPh bila melebihi PTKP. Berikut yaitu Perkataan-Perkataan yang ada di Pasal 21 ayat (1) UU PPh 1984 :
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;


Dalam hal ini pemberi kerja berarti proyek. Proyek mempunyai kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keempat, pengertian Wajib Pajak :
Wajib Pajak yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai Copyright dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Berkaitan dengan proyek, Wajib Pajak yaitu "badan yang mempunyai Copyright dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan"

Kesimpulannya, proyek juga Wajib Pajak. Pengecualian sebagai Wajib Pajak hanya Bisa dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan kuasa Pasal 3 huruf c UU PPh 1984.

Perlukah adanya NPWP untuk proyek mengingat kami bukanlah Wajib Pajak?
Kalau pendapat saya wajib. Proyek apapun namanya, walaupun bersifat nirlaba, akan lebih diterima oleh kantor pajak bila berNPWP. bila proyek tersebut bubar, beritahu kantor pajak bahwa proyek tersebut SELESAI sehingga nanti NPWP dihapus.


Pengecualian Subjek Pajak
Pasal 3 UU PPh 1984 membagikan pengecualian beberapa “orang” sebagai subjek Pajak, yaitu :
a. badan perwakilan Negara asing,
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja di dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan membagikan perlakuan timbal balik,
c. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

bila proyek ibu termasuk Subjek Pajak yang dikecualikan oleh Menteri Keuangan, disebutkan dengan cara khusus, berarti proyek ibu bukan Wajib Pajak. Di Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 saya tidak menemukan SSPDA.

Hibah atau Pinjaman Luar Negeri
Apakah proyek yang dibiayai oleh APBN dibebaskan dari kewajiban perpajakan? Tidak. Salah satu alasannya yaitu asas keadilan. Contoh : PT A mengerjakan bangunan milik pemerintah. PT B mengerjakan bangunan milik non-pemerintah. Masing-masing proyek sama mempunyai dan spesifikasi sama. bila PT A dibebaskan dari kewajiban perpajakan maka tentunya tidak adil “dong” Sebab penghasilan bersih (setelah Pajak) yang diterima PT A akan lebih besar daripada yang diterima PT B padahal nilai proyeknya sama.

dengan cara teori wajib adil. Undang-undang perpajakan juga menghendaki demikian. akan tetapi, khusus proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman Luar Negeri ada perlakuan khusus. Kabar / gosip yang saya tahu sih Sebab keinginan pemberi hibah dan kreditor. Kasarnya sih begini, “Aku bersedia memberi hibah asal tidak dipotong Pajak.” Sebab syaratnya bebas pajak padahal undang-undang perpajakan tidak mengatur, maka pemerintah menanggung semua beban pajak. Walaupun dana proyek sama-sama berasal dari APBN, akan tetapi ada perbedaan perlakuan perpajakan antara proyek dengan dana hibah atau proyek dengan dana pinjaman Luar Negeri dengan proyek yang dibiayai dari pajak :-)

Pajak Pertambahan Nilai sebenarya terutang akan tetapi tidak dipungut. Pajak Penghasilan sebenarnya terutang akan tetapi ditanggung oleh Pemerintah. Prakteknya, memang bebas pajak. akan tetapi beda pengertian “bebas pajak” dengan “ditanggung oleh Pemerintah”.

SSPDA
Ibu Amila bilang, “kantor kami yaitu kantor dengan dana hibah”. Walaupun SSPDA merupakan Wajib Pajak dan mempunyai NPWP akan tetapi Sebab merupakan proyek yang dibiayai oleh hibah atau pinjaman luar negeri maka atas Pajak Penghasilan yang terutang ditanggung oleh Pemerintah, atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, tidak dipungut. Dan, dibebaskan dari Mea Masuk dan Bea Masuk Tambahan.

Khusus mengenai Pajak Penghasilan, tidak semua pemasok proyek PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. Saya kutip Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2001 yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 :
Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka Aplikasi proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah


Perhatikan Perkataan "utama". Perkataan utama maksudnya kontraktor, konsultan, dan pemasok lapisan pertama. Biasanya lapisan pertama yaitu pemenang tender atau yang ditunjuk langsung oleh proyek. Sedangkan lapisan kedua ditunjuk oleh lapisan pertama. Pemasok, konsultan, dan kontraktor lapisan kedua kewajiban PPh-nya dikembalikan kepada UU PPh di umumnya.

Artinya, tidak semua pemasok yang PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. bila bukan pemasok utama tentu SSPDA wajib memotong PPh Pasal 23 Sebab PPh yang diterima oleh pemasuk tidak ditanggung oleh Pemerintah.

Nah, sekarang kita posisikan bahwa semua pemasok [termasuk pemasok mesin fotokopi] yaitu pemasok utama proyek. Berarti PPh si pemasok ditanggung oleh Pemerintah. Penghasilan atas sewa yang didapatkan dari proyek, PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. Sebab perlakuannya “ditanggung oleh Pemerintah” maka tentunya wajib ada pemisahan penghasilan. Tidak boleh digabung dengan penghasilan sewa lain. Ini dilihat dari sisi pemasok.

Apakah proyek memotong PPh Pasal 23 atas sewa tersebut? Pendapat saya, tidak wajib! Sebab PPh pemasok ditanggung oleh Pemerintah berarti tidak ada PPh yang wajib dipotong oleh proyek. bila proyek memotong PPh Pasal 23 atas sewa, maka pemasok akan “kelebihan” PPh. Pertama, PPh yang ditanggung oleh Pemerintah. Kedua, PPh yang dipotong oleh proyek. bila ini terjadi, maka PPh yang dipotong oleh proyek Bisa diminta kembali atau direstitusi.

Supaya tidak dipotong, apakah pemasok [atau proyek] wajib membuat SKB? Terus terang, saya sendiri tidak tahu. Seminggu kemarin, saya cari-cari SOP yang berkaitan dengan PP No. 42 tahun 1995. Hasilnya Nihil. Sebab itu, saya berkesimpulan tidak wajib dibuatkan SKB [surat keterangan bebas].

Keterangan atau dokumen lain yang menunjukkan bahwa proyek tertentu dibiayai oleh hibah atau pinjaman Luar Neger Bisa dijadikan rujukan bahwa atas
[1]. Mea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang, dibebaskan.
[2]. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, tidak dipungut.
[3]. Pajak Penghasilan yang terutang ditanggung oleh Pemerintah.

Cag!

Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri Yang wajib Kita Ketahui


Sebelum membahas mengenai Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri, ada baiknya untuk menyimak hal berikut ini : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar angan2 dan Asa semu. Memang benar Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. untuk yg tidak mau sekolah atau yg tidak menyekolahkan anaknya wajib dihukum seberat beratnya. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Proyek dengan Dana Hibah Luar Negeri


Saya ada baca blog kita menyangkut pajak. Sedikit pertanyaan, kebetulan kantor kami yaitu kantor dengan dana hibah yang menurut PP 42 tahun 95 proyek pemerintah yang dibiayai oleh dana hibah UN. Begitu juga dengan SK Menkeu no. 574/KMK.04/2000 kegiatan berbasis hibah yaitu bebas pajak.

Kebetulan saat ini kami akan berlangganan mesin fotocopi yang dikenakan pajak dan kami telah mengirimkan surat pembebasan pajak disertai dokumen-dokumen pendukung (nomor hibah dari menkeu). Perlukah adanya NPWP untuk proyek mengingat kami bukanlah Wajib Pajak?

Perusahaan persewaan mesin fotocopi itu, dalam hal ini pt astragraphia menanyakan NPWP proyek kami, terus terang kami agak bingung dengan hal tersebut. Bisakah bapak membantu? terimakasih sebelumnya.


Regards,
Ailsa Amila
SSPDA Bappenas
Jl. Bappenas B 5 Jakarta Selatan
Tel/fax: 021-52907099


Wajib Pajak
Pertama, NPWP yaitu identitas menurut kantor administrasi pajak [DJP]. Seharusnya, tanpa identitas [tanpa NPWP], kantor pajak tidak mengenal siapa pun. Berikut yaitu pengertian NPWP:
Nomor inti Wajib Pajak yaitu nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan Copyright dan kewajiban perpajakannya.


Perhatikan Perkataan-Perkataan : sarana dalam administrasi dan pengenal diri.

Kedua mengenai proyek. Berikut yaitu pengertian badan menurut UU KUP:
Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan bagus yang menjalankan usaha ataupun yang tidak menjalankan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, Forum dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.


Perhatikan Perkataan-Perkataan berikut, " sekumpulan orang .. yang tidak menjalankan usaha .. dan bentuk badan lain ..." Pendapat saya, proyek termasuk dalam pengertian badan dalam UU KUP.


Ketiga, proyek di dijalankan oleh orang pribadi. Ada upah untuk orang pribadi tersebut sebagai imbalan [apapun namanya] atas aktivitas tersebut. bila mengacu ke peraturan perpajakan, setiap orang [proyek juga Bisa disebut orang dengan cara hukum] yang membagikan penghasilan kepada orang lain wajib memotong PPh bila melebihi PTKP. Berikut yaitu Perkataan-Perkataan yang ada di Pasal 21 ayat (1) UU PPh 1984 :
Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh :
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;


Dalam hal ini pemberi kerja berarti proyek. Proyek mempunyai kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keempat, pengertian Wajib Pajak :
Wajib Pajak yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai Copyright dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Berkaitan dengan proyek, Wajib Pajak yaitu "badan yang mempunyai Copyright dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan"

Kesimpulannya, proyek juga Wajib Pajak. Pengecualian sebagai Wajib Pajak hanya Bisa dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan kuasa Pasal 3 huruf c UU PPh 1984.

Perlukah adanya NPWP untuk proyek mengingat kami bukanlah Wajib Pajak?
Kalau pendapat saya wajib. Proyek apapun namanya, walaupun bersifat nirlaba, akan lebih diterima oleh kantor pajak bila berNPWP. bila proyek tersebut bubar, beritahu kantor pajak bahwa proyek tersebut SELESAI sehingga nanti NPWP dihapus.


Pengecualian Subjek Pajak
Pasal 3 UU PPh 1984 membagikan pengecualian beberapa “orang” sebagai subjek Pajak, yaitu :
a. badan perwakilan Negara asing,
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja di dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan membagikan perlakuan timbal balik,
c. organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan,
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

bila proyek ibu termasuk Subjek Pajak yang dikecualikan oleh Menteri Keuangan, disebutkan dengan cara khusus, berarti proyek ibu bukan Wajib Pajak. Di Keputusan Menteri Keuangan No. 574/KMK.04/2000 saya tidak menemukan SSPDA.

Hibah atau Pinjaman Luar Negeri
Apakah proyek yang dibiayai oleh APBN dibebaskan dari kewajiban perpajakan? Tidak. Salah satu alasannya yaitu asas keadilan. Contoh : PT A mengerjakan bangunan milik pemerintah. PT B mengerjakan bangunan milik non-pemerintah. Masing-masing proyek sama mempunyai dan spesifikasi sama. bila PT A dibebaskan dari kewajiban perpajakan maka tentunya tidak adil “dong” Sebab penghasilan bersih (setelah Pajak) yang diterima PT A akan lebih besar daripada yang diterima PT B padahal nilai proyeknya sama.

dengan cara teori wajib adil. Undang-undang perpajakan juga menghendaki demikian. akan tetapi, khusus proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman Luar Negeri ada perlakuan khusus. Kabar / gosip yang saya tahu sih Sebab keinginan pemberi hibah dan kreditor. Kasarnya sih begini, “Aku bersedia memberi hibah asal tidak dipotong Pajak.” Sebab syaratnya bebas pajak padahal undang-undang perpajakan tidak mengatur, maka pemerintah menanggung semua beban pajak. Walaupun dana proyek sama-sama berasal dari APBN, akan tetapi ada perbedaan perlakuan perpajakan antara proyek dengan dana hibah atau proyek dengan dana pinjaman Luar Negeri dengan proyek yang dibiayai dari pajak :-)

Pajak Pertambahan Nilai sebenarya terutang akan tetapi tidak dipungut. Pajak Penghasilan sebenarnya terutang akan tetapi ditanggung oleh Pemerintah. Prakteknya, memang bebas pajak. akan tetapi beda pengertian “bebas pajak” dengan “ditanggung oleh Pemerintah”.

SSPDA
Ibu Amila bilang, “kantor kami yaitu kantor dengan dana hibah”. Walaupun SSPDA merupakan Wajib Pajak dan mempunyai NPWP akan tetapi Sebab merupakan proyek yang dibiayai oleh hibah atau pinjaman luar negeri maka atas Pajak Penghasilan yang terutang ditanggung oleh Pemerintah, atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, tidak dipungut. Dan, dibebaskan dari Mea Masuk dan Bea Masuk Tambahan.

Khusus mengenai Pajak Penghasilan, tidak semua pemasok proyek PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. Saya kutip Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2001 yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1995 :
Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka Aplikasi proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah


Perhatikan Perkataan "utama". Perkataan utama maksudnya kontraktor, konsultan, dan pemasok lapisan pertama. Biasanya lapisan pertama yaitu pemenang tender atau yang ditunjuk langsung oleh proyek. Sedangkan lapisan kedua ditunjuk oleh lapisan pertama. Pemasok, konsultan, dan kontraktor lapisan kedua kewajiban PPh-nya dikembalikan kepada UU PPh di umumnya.

Artinya, tidak semua pemasok yang PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. bila bukan pemasok utama tentu SSPDA wajib memotong PPh Pasal 23 Sebab PPh yang diterima oleh pemasuk tidak ditanggung oleh Pemerintah.

Nah, sekarang kita posisikan bahwa semua pemasok [termasuk pemasok mesin fotokopi] yaitu pemasok utama proyek. Berarti PPh si pemasok ditanggung oleh Pemerintah. Penghasilan atas sewa yang didapatkan dari proyek, PPh-nya ditanggung oleh Pemerintah. Sebab perlakuannya “ditanggung oleh Pemerintah” maka tentunya wajib ada pemisahan penghasilan. Tidak boleh digabung dengan penghasilan sewa lain. Ini dilihat dari sisi pemasok.

Apakah proyek memotong PPh Pasal 23 atas sewa tersebut? Pendapat saya, tidak wajib! Sebab PPh pemasok ditanggung oleh Pemerintah berarti tidak ada PPh yang wajib dipotong oleh proyek. bila proyek memotong PPh Pasal 23 atas sewa, maka pemasok akan “kelebihan” PPh. Pertama, PPh yang ditanggung oleh Pemerintah. Kedua, PPh yang dipotong oleh proyek. bila ini terjadi, maka PPh yang dipotong oleh proyek Bisa diminta kembali atau direstitusi.

Supaya tidak dipotong, apakah pemasok [atau proyek] wajib membuat SKB? Terus terang, saya sendiri tidak tahu. Seminggu kemarin, saya cari-cari SOP yang berkaitan dengan PP No. 42 tahun 1995. Hasilnya Nihil. Sebab itu, saya berkesimpulan tidak wajib dibuatkan SKB [surat keterangan bebas].

Keterangan atau dokumen lain yang menunjukkan bahwa proyek tertentu dibiayai oleh hibah atau pinjaman Luar Neger Bisa dijadikan rujukan bahwa atas
[1]. Mea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang, dibebaskan.
[2]. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, tidak dipungut.
[3]. Pajak Penghasilan yang terutang ditanggung oleh Pemerintah.

Cag!
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo