Sebelum membahas mengenai Tata Tutorial Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Pemerintah Indonesia terikat P3B yang dilakukan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan dengan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku. Direktur Jenderal Pajak dapat meminta informasi kepada Wajib Pajak atau pihak lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perpajakan yang akan dipertukarkan. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Tidak boleh mengirim TKI untuk tenaga buruh dan pembantu. Beri pendidikan profesional dulu. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Untuk lebih memahami ketentuan umum perpajakan tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, silahkan disimak penjelasan seputar Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (selanjutnya disingkat P3B) berikut ini.
Tata Tutorial Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
Kewenangan otoritas pajak Indonesia memungut pajak dari orang asing atau Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) merupakan Pasal 26 Undang-Undang PPh. Pasal ini mewajibkan kepada semua pemberi penghasilan di Indonesia untuk memotong penghasilan sesorang sebelum penghasilan tersebut diterima oleh orang luar (SPLN). Tarif yang berlaku di Pasal 26 merupakan 20%. akan tetapi dasar pengenaaan Pasal 26 ada dua yaitu, bruto yang seharusnya diterima dan Estimasi penghasilan neto.
akan tetapi, ada beberapa pengecualian. Pemberi penghasilan di Indonesia boleh tidak memakai Pasal 26 Undang-Undang PPh, akan tetapi memakai tax treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Direktur Jenderal Pajak telah mengatur tata Tutorial penerapan P3B dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2018.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2018 mengatur syarat-syarat SPLN Bisa memanfaatkan P3B. Pemotong dan/atau Pemungut Pajak menjalankan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dalam hal:
- terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh dan ketentuan yang diatur dalam P3B;
- penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
- penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;
- WPLN menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya;
- tidak terjadi penyalahgunaan P3B; dan
- enerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.
Membuat Bukti Potong
Setiap Wajib Pajak yang memotong Pajak Penghasilan wajib hukumnya membuat bukti potong. Ketentuan ini berlaku bagus penerima penghasilan berstatus Wajib Pajak dalam negeri atau Wajib Pajak luar negeri.
bila penerima penghasilan Wajib Pajak luar negeri maka bukti potong disebut bukti potong PPh Pasal 26. Sedangkan, bila penerima penghasilan merupakan Wajib Pajak dalam negeri maka bukti potong Bisa berupa PPh Pasal 21 form 1721-A1, bukti potong PPh Pasal 23, atau bukti potong PPh Pasal 4 (2). Ini salah satu prinsip equal treatment yaitu perlakuanyang sama untuk untuk Wajib Pajak dalam negeri ataupun Wajib Pajak luar ngeri, semuanya dikenai withholding taxes..
Bukti potong setidaknya dibuat dua: satu untuk penerima penghasilan yang penghasilannya dipotong PPh. Kedua, untuk dilaporkan dalam SPT Masa PPh.
Adapun tarif yang digunakan menyesuaikan dengan dasar pengenaan. bila dasar pengenaan Pasal 26 tanpa memanfaatkan P3B, maka tarif 20%. Sedangkan untuk Wajib Pajak yang memanfaatkan P3B maka tarif yang digunakan merupakan tarif P3B.
Tarif Pasal 26 sebesar 20% dengan dasar pengenaan bruto yaitu semua penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN berupa:
- Deviden;
- Bunga termasuk Premium,Diskonto dan Imbalan Agunan pengembalian hutang;
- Royalty;
- Sewa;
- Penghasilan penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan dan kegiatan;
- Hadiah & penghargaan;
- Pensiun & pembayaran berkala lainnya;
- premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/ atau
- keuntungan Sebab pembebasan utang.
PPh Pasal 26 yang sudah dipotong wajib disetorkan ke kas negara. Pemotong wajib membuat kode biling dulu di sse3.pajak.go.id. Berdasarkan kode biling, PPh Pasal 26 baru Bisa disetorkan ke kas negara. Adapun kode pajak untuk PPh Pasal 26 merupakan Penyetoran memakai kode 411127 dan :
- kode bayar 101 untuk deviden,
- kode bayar 102 untuk bunga,
- kode bayar 103 untuk royalti,
- kode bayar 104 untuk jasa, dan
- kode bayar 100 untuk selain deviden, bunga, royalti.
Penjualan atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh WP Luar Negeri dikenai tarif 20% dan penghasilan neto 25% berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 82/PMK.03/2017. Artinya tarif efektif sebesar 5% dari harga jual. Tarif efektif 5% berasal dari tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dikalikan dengan Estimasi penghasilan neto sebesar 25%.
Penjualan harta yang dimaksud Bisa berupa penjualan : perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan.
Tarif efektif sebesar 5% juga berlaku untuk penjualan saham dari perusahaan yang berkedudukan di Indonesia dan dimiliki oleh SPLN. Ketentuan ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 434/KMK.04/1999.
Contoh: Mr. Sing, seorang warga negera Malaysia dan tinggal di Malaysia,mempunyai saham PT Pasti Untung. Setelah sukses membesarkan perusahaan, dia menjual saham PT Pasti Untung ke Tn. Agus, seorang warga negara Indonesia dan tinggal di Indonesia. Atas transaksi ini maka Tn Agus wajib memotong PPh Pasal 26 dan wajib menyetorkan ke kas negara dengan kode pajak 411127-100.
akan tetapi bila Mr. Sing menjual ke orang asing lagi, misal Mr Lay yang tinggal di Malaysia, maka yang berkewajiban menyetor PPh Pasal 26 merupakan PT Pasti Untung.
Dalam hal penghasilan yang dibayarkan ke Wajib Pajak luar negeri berupa premi asuransi, maka tarif efektif sebagai berikut :
- tarif efektif 10% dari premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan asuransi LN. Pemotong pajak merupakan tertanggung.
- tarif efektif 2% dari premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi LN. Pemotong Pajak merupakan perusahaan asuransi di Indonesia.
- tarif efektif 1% dari premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN. Pemotong pajak merupakan perusahaan reasuransi di Indonesia.
Ketentuan tarif efektif PPh Pasal 26 untuk penghasilan berupa premi asuransi diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 624/KMK.04/1994.
Perbedaan Antara Ketentuan Yang Diatur Dalam Undang-Undang PPh Dan Ketentuan Yang Diatur Dalam P3B
Konon kabarnya, sejarah P3B merupakan semangat masing-masing negara untuk memungut pajak sebesarnya, termasuk ke wajib pajak yang berkedudukan di luar negeri. Akibatnya, SPLN menemui pajak berganda, yaitu pemajakan di negara sumber (asal penghasilan) dan pemajakan di negera domisili (tempat kedudukan).
Untuk menghilangkan pajak berganda tersebut, dibuatlah tax treaty (P3B). Sehingga Bisa dimengerti bila fungsi P3B merupakan menghilangkan Copyright pemajakan negara sumber, atau menurunkan tarif sesuai kesepakatan. di umumnya, tarif P3B dibuat lebih kecil daripada tarif Anggaran domestik. SPLN Bisa memanfaatkan tarif P3B bila yang bersangkutan memperlihatkan Surat Keterangan Domisili atau Certificate of Residence.
Berikut contoh tarif P3B antara Indonesia dengan mitra perjanjian :
NO
|
NEGARA
|
BRANCH PROFIT TAX
|
DIVIDEN
|
BUNGA & ROYALTI
| |||||
Tarif BPT
|
Pengecualian untuk perusahaan Kontrak untuk Hasil (KBH)
|
DIVIDEN
|
BUNGA
|
ROYALTI
| |||||
PORTFOLIO
|
PENYERTAAN LANGSUNG
|
Umum
|
Khusus
|
Umum
|
Khusus
| ||||
1
|
Algeria
|
10%
|
Tidak ada
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
2
|
Australia
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
10%
|
-
|
15%
|
10%40
|
3
|
Austria
|
12%
|
Ya
|
15%
|
10%10
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
4
|
Bangladesh
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%10
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
5
|
Belgium
|
15%
|
Tidak
|
15%
|
15%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
6
|
Brunei Darussalam
|
10%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
7
|
Bulgaria
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
8
|
Canada
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
9
|
Czech
|
12,50%
|
Ya
|
15%
|
10%13
|
12,50%
|
-
|
12,50%
|
-
|
10
|
China
|
10%
|
Tidak ada
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
11
|
Denmark
|
15%
|
Ya
|
20%
|
10%14
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
12
|
Egypt
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
13
|
Finland
|
15%
|
Ya
|
15%
|
10%15
|
10%
|
-
|
15%
|
10%41
|
14
|
France
|
10%
|
Tidak
|
15%
|
10%16
|
15%
|
10%42
|
10%
|
-
|
15
|
Germany
|
10%
|
Tidak
|
15%
|
10%17
|
10%
|
-
|
15%
|
10%43
|
16
|
Hongkong
|
5%
|
ya
|
10%
|
5%
|
10%
|
-
|
5%
|
-
|
17
|
Hungary
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
18
|
India
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%18
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
19
|
Italy
|
12%
|
Ya
|
15%
|
10%19
|
10%
|
-
|
15%
|
10%44
|
20
|
Iran
|
7%
|
Tidak ada
|
7%
|
7%
|
10%
|
-
|
12%
|
-
|
21
|
Japan
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%20
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
22
|
Jordan
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
23
|
Korea Selatan (Korea, Republic of)
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%21
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
24
|
Korea Utara (Korea, Democratic People’s Republic of)
|
10%
|
Tidak ada
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
25
|
Kroasia
|
10%
|
ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
26
|
Kuwait
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
5%
|
-
|
20%
|
-
|
27
|
Luxembourg23
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%22
|
10%
|
-
|
12,50%
| |
28
|
Malaysia
|
12.5%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
29
|
Maroko
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
30
|
Mexico
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
31
|
Mongolia
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
32
|
Netherlands
|
9%
|
Tidak
|
15%
|
10%
|
10%
|
-
|
20%
|
-
|
-Renegosiasi
|
9%
|
Tidak
|
15%
|
10%24
|
10%
|
-
|
10%
|
-
| |
-Renegosiasi II [2]
|
10%
|
Tidak Ada
| |||||||
33
|
brand-new Zealand
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
15%
|
15%
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
34
|
Norway
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
10%
|
-
|
15%
|
10%45
|
35
|
Pakistan
|
10%
|
Tidak ada
|
15%
|
10%25
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
36
|
Philippines, The
|
20%
|
Tidak ada
|
20%
|
15%26
|
15%
|
10%53
|
15%
|
-
|
37
|
Poland
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%27
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
38
|
Portugal
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
39
|
Qatar
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%10
|
10%
|
-
|
5%
|
-
|
40
|
Romania
|
12,50%
|
Tidak ada
|
15%
|
12,5%28
|
12,50%
|
-
|
12,50%
|
15%46
|
41
|
Russia
|
12,50%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
42
|
Saudi Arabia8
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
43
|
Seychelles
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
44
|
Singapore
|
15%
|
Ya
|
15%
|
10%29
|
10%
|
-
|
15%
|
-
|
45
|
Slovak
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
15%
|
10%47
|
46
|
South Africa
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%30
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
47
|
Spain
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%31
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
48
|
Sri Lanka
|
sesuai UU domestik
|
Tidak ada
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
49
|
Sudan
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
15%
|
-
|
10%
|
-
|
50
|
Sweden
|
15%
|
Ya
|
15%
|
10%32
|
10%
|
-
|
15%
|
10%48
|
51
|
Switzerland
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%33
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
52
|
Syria
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
20%
|
15%49
|
53
|
Taiwan
|
5%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
54
|
Thailand34
|
sesuai UU
|
Tidak ada
|
(RI)15%
|
(RI) 15%
|
(RI) 15%
|
10%
|
10%
|
15%50
|
domestik
|
(Thai)25%
|
(Thai) 15%
|
(Thai)25%
| ||||||
55
|
Tunisia
|
12%
|
Ya
|
12%
|
12%
|
12%
|
-
|
15%
|
-
|
56
|
Turkey
|
15%
|
Ya
|
15%
|
10%35
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
57
|
U.A.E
|
5%
|
Tidak
|
10%
|
10%
|
5%
|
-
|
5%
|
-
|
58
|
Ukraine
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%36
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
59
|
United Kingdom
|
10%
|
Tidak
|
15%
|
10%
|
10%
|
15%
|
15%
|
-
|
-Renegosiasi
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%37
|
10%
|
-
|
15%
|
10%51
| |
60
|
United States
|
15%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
10%
|
-Renegosiasi
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%38
|
10%
|
-
|
10%
|
-
| |
61
|
Uzbekistan
|
10%
|
Ya
|
10%
|
10%
|
10%
|
-
|
10%
|
-
|
62
|
Venezuela
|
10%
|
Ya
|
15%
|
10%39
|
10%
|
-
|
20%
|
10%52
|
63
|
Vietnam
|
10%
|
Ya
|
15%
|
15%
|
15%
|
-
|
15%
|
-
|
Penerima Penghasilan Bukan Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia
Ini merupakan syarat kedua sesuai Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2018. Hal ini Bisa dimengerti Sebab Pasal 26 mengatur penerima penghasilan SPLN. Dalam hal penerima penghasilan subjek pajak dalam negeri, maka dipotong PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 4 ayat (2).
Syarat berikutnya merupakan penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Artinya tidak mungkin SPLN dari negara yang tidak mempunyai P3B dengan Indonesia memanfaatkan P3B. Petugas pajak pasti nanya, “P3B mana yang dipakai?”
WPLN Menyampaikan SKD WPLN Yang Telah Memenuhi Persyaratan Administratif Dan Persyaratan Tertentu Lainnya
Surat Keterangan Domisili (SKD) merupakan bukti kependudukan untuk perpajakan. Seseorang mengaku dari Negara A hanya Bisa dibuktikan oleh SKD, bukan passport. SKD ini merupakan bukti formal kedudukan seseorang.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2018 mengatur bahwa SKD WPLN memenuhi persyaratan administratif dalam hal :
- memakai Form DGT-1 atau Form DGT-2
- diisi dengan benar, lengkap dan jelas
- ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh WPLN sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B
- disahkan dengan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B
- digunakan untuk periode yang tercantum di SKD WPLN; dan
- disampaikan oleh Pemotong dan/atau Pemungut Pajak bersamaan dengan penyampaian SPT Masa, paling lambat di saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Masa untuk masa pajak terutangnya pajak.
Penandasahan (lihat nomor 4 diatas) oleh Pejabat yang Berwenang Bisa digantikan dengan Certificate of Residence yang wajib memenuhi ketentuan:
- memakai bahasa Inggris;
- berupa dokumen asli atau dokumen fotokopi yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat salah satu Pemotong dan/atau Pemungut Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak;
- paling sedikit mencantumkan informasi mengenai nama WPLN, tanggal penerbitan, dan tahun pajak berlakunya Certificate of Residence; dan
- mencantumkan nama dan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B.
Certificate of Residence tidak menggantikan Form DGT-1 atau Form DGT-2. Dalam hal WPLN memakai Certificate of Residence, WPLN tetap wajib mengisi Form DGT-1 selain Part III atau Form DGT-2 selain Part III.
Form DGT-2 digunakan oleh:
- WPLN bank,
- WPLN berbentuk dana pensiun, atau
- WPLN yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan melalui Kustodian sehubungan dengan penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di pasar modal di Indonesia, selain bunga dan dividen.
Sedangkan Form DGT-1 digunakan oleh WPLN selain WPLN yang memakai Form DGT-2.
Penyalahgunaan P3B
Salah satu syarat pemanfaatan P3B merupakan tidak terjadi penyalahgunaan P3B. Penyalahgunaan P3B terjadi dalam hal tujuan utama atau salah satu tujuan utama pengaturan transaksi merupakan untuk mendapatkan Manfaat P3B serta bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B.
Penyalahgunaan P3B tidak terjadi dalam hal WPLN mempunyai:
- substansi ekonomi (economic substance) dalam pendirian entitas atau Aplikasi transaksi;
- bentuk hukum (legal form) yang sama dengan substansi ekonomi (economic substance) dalam pendirian entitas atau Aplikasi transaksi;
- kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi;
- aset tetap dan aset tidak tetap, yang cukup dan memadai untuk melaksanakan kegiatan usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
- pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian dan keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan perusahaan; dan
- kegiatan atau usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia.
Keenam syarat tersebut merupakan batasan supaya P3B dipergunakan sebagaimana seharusnya. Bisa juga dipandang sebagai syarat memanfaatkan P3B. bila keenam syarat tersebut tidak terpenuhi maka terjadi penyalahgunaan dan tidak Bisa memanfaatkan P3B. bila tidak Bisa memanfaatkan P3B maka kembali ke Anggaran domestik, memakai Pasal 26 Undang-undang PPh.
Kegiatan atau usaha aktif merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan dengan cara aktif oleh WPLN sesuai keadaan yang sebenarnya yang ditunjukkan dengan adanya biaya yang dikeluarkan, upaya yang dilakukan, atau pengorbanan yang terjadi, yang berkaitan dengan cara langsung dengan usaha atau kegiatan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kegiatan signifikan yang dilakukan WPLN untuk mempertahankan kelangsungan entitas.
Dalam hal terdapat perbedaan antara bentuk hukum (legal form) suatu struktur/skema transaksi dengan substansi ekonomisnya (economic substance), perlakuan perpajakan diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan substansi ekonomisnya (substance over form). Ini merupakan Anggaran yang tertulis di Pasal 9 ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2018. Ini juga salah satu bukti bahwa Anggaran pajak selalu menganut prinsip substance over form.
Penerima Penghasilan Merupakan Beneficial Owner
Syarat terakhir supaya Bisa memanfaatkan P3B merupakan penerima penghasilan di Luar Negeri merupakan beneficial owner, atau penerima penghasilan sesungguhnya.
Beneficial owner merupakan pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalti, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati dengan cara langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut (SE-03/PJ.03/2017). Apabila penerima penghasilan dividen, bunga dan/atau royalti bukan beneficial owner, maka sesuai dengan ketentuan P3B, negara tempat penghasilan bersumber Bisa mengenakan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan di negara tersebut.
Menurut PER-10/PJ/2018, WPLN memenuhi ketentuan sebagai Beneficial Owner bila memenuhi persyaratan:
- untuk WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee; atau
- untuk WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit
Persyaratan WPLN badan yang tidak bertindak sebagai agen, nominee, atau conduit (dianggap sebagai beneficial owner) merupakan:
- mempunyai kendali untuk memakai atau menikmati dana, aset, atau Copyright yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
- tidak lebih dari 50% penghasilan badan digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain;
- menanggung risiko atas aset, modal atau kewajiban yang dimiliki; dan (4) tidak mempunyai kewajiban bagus tertulis ataupun tidak tertulis untuk meneruskan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.
Yang dimaksud dengan penghasilan badan yaitu seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan nonkonsolidasi WPLN.
Untuk menentukan nilai 50% penghasilan yang digunakan memenuhi kewajiban tidak termasuk:
- pemberian imbalan kepada karyawan yang diberikan dengan cara wajar dalam hubungan pekerjaan;
- biaya lain yang lazim dikeluarkan oleh WPLN dalam menjalankan usahanya; dan
- pembagian keuntungan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.
Definisi Menurut PER-10/PJ/2018
- Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B merupakan perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
- Manfaat P3B merupakan fasilitas dalam P3B yang Bisa berupa tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh atau pengecualian dari pengenaan pajak di negara sumber.
- Wajib Pajak Luar Negeri yang selanjutnya disingkat WPLN merupakan subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh yang menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap atau tanpa melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang diwajibkan untuk menjalankan pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN.
- Surat Keterangan Domisili WPLN yang selanjutnya disingkat SKD WPLN merupakan surat keterangan berupa formulir yang terdiri dari Form DGT-1 atau Form DGT-2 yang diisi oleh WPLN dan disahkan oleh Pejabat yang Berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B dalam rangka penerapan P3B.
- Certificate of Residence merupakan surat keterangan dengan nama apapun yang menerangkan status penduduk (resident) untuk kepentingan perpajakan untuk WPLN yang diterbitkan dan disahkan oleh Pejabat yang Berwenang dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B dalam rangka penerapan P3B.
- Pejabat yang Berwenang Mengesahkan SKD WPLN atau Competent Authority yang selanjutnya disebut Pejabat yang Berwenang merupakan pejabat yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan SKD WPLN dan/atau Certificate of Residence berdasarkan peraturan domestik di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B.
- Kustodian merupakan Forum yang telah mendapatkan persetujuan dari otoritas yang berwenang di Indonesia untuk membagikan jasa penitipan Imbas dan harta lain yang berkaitan dengan Imbas serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan Copyright-Copyright lain, menyelesaikan transaksi Imbas, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
- Agen merupakan orang pribadi atau badan yang bertindak sebagai perantara dan menjalankan tindakan untuk dan/atau atas nama pihak lain.
- Nominee merupakan orang pribadi atau badan yang dengan cara hukum mempunyai suatu harta dan/atau penghasilan (legal owner) untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati manfaat atas penghasilan.
- Conduit merupakan suatu perusahaan yang memperoleh Manfaat P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di Indonesia, sementara manfaat ekonomi dari penghasilan tersebut dimiliki oleh orang pribadi atau badan di negara lain yang tidak akan Bisa memperoleh Copyright pemanfaatan P3B bila penghasilan tersebut diterima langsung.
Beberapa ketentuan untuk Pemotong dan/atau Pemungut PPh Pasal 26 dan Kustodian (Lampiran PER-10/PJ/2018)
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak menjalankan pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan dan tata Tutorial yang berlaku dan wajib disampaikan kepada WPLN.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak tetap wajib membuat bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak walaupun tidak terdapat pajak yang dipotong dan/atau dipungut dengan mencantumkan besarnya penghasilan bruto dan mencantumkan "NIHIL” di kolom jumlah PPh yang dipotong dan/atau dipungut. Bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak dimaksud tidak wajib disampaikan kepada WPLN.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib menyampaikan SPT Masa dengan dilampiri fotokopi SKD WPLN yang telah dilegalisir dan bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib memastikan bahwa WPLN telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini untuk Bisa menerapkan ketentuan dalam P3B. Pemotong dan/atau Pemungut Pajak memastikan pemenuhan persyaratan tersebut dengan menjalankan penelitian atas SKD WPLN yang telah disampaikan oleh WPLN.
- Penelitian atas SKD WPLN (Form DGT-1 atau Form DGT-2) untuk memastikan bahwa penerima penghasilan bukan Subjek Pajak Dalam Negeri Indonesia wajib dilakukan oleh Pemotong dan/atau Pemungut Pajak. Dalam hal penerima penghasilan merupakan Subjek Pajak dalam negeri, Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib memotong dan/atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh, Keberadaan Subjek Pajak Dalam Negeri untuk Form DGT-1 ditentukan: dalam Part V butir 3 tercantum alamat WPLN di Indonesia; atau dalam Part V butir 6 tercantum bahwa WPLN mempunyai tempat tinggal tetap di Indonesia; atau dalam Part V butir 7 tercantum tempat kediaman WPLN di Indonesia; atau dalam Part VI butir 1, 2, atau 3 mencantumkan tempat pendirian, tempat kedudukan, atau alamat kantor pusat WPLN di Indonesia.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib menjalankan penelitian apakah tujuan utama atau salah satu tujuan utama transaksi atau pengaturan skema transaksi (arrangement) merupakan untuk mendapatkan manfaat P3B serta bertentangan dengan maksud dan tujuan dibentuknya P3B dengan memastikan apakah SKD WPLN Form DGT-1 mencantumkan jawaban: “Yes” dalam Part V Butir 4; atau “Yes” dalam Part VI Butir 5. P3B tidak diterapkan dalam hal salah satu jawaban WPLN penerima penghasilan menyatakan "Yes".
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib menjalankan penelitian terjadi atau tidaknya penyalahgunaan P3B dengan memastikan apakah SKD WPLN mencantumkan jawaban “No" untuk salah satu atau seluruh pertanyaan dalam Butir 7 hingga dengan Butir 10 di Part VI. P3B tidak diterapkan dalam hal salah satu atau seluruh jawaban WPLN penerima penghasilan merupakan “No”.
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib menjalankan penelitian apakah WPLN merupakan beneficial owner yang dipersyaratkan dalam P3B dengan memastikan apakah SKD WPLN Form DGT-1 mencantumkan jawaban : “Yes” dalam Part V Butir 5; atau “Yes” dalam Part VII Butir 1; atau “No” untuk salah satu atau seluruh pertanyaan dalam Part VII Butir 2 hingga dengan Butir 4; atau “Yes” dalam Part VII Butir 5. P3B tidak diterapkan dalam hal salah satu jawaban WPLN penerima penghasilan tidak sesuai.
- Dalam hal WPLN penerima penghasilan merupakan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, Bank Sentral atau Forum-Forum tertentu yang namanya disebutkan dengan cara tegas dalam P3B atau yang telah disepakati oleh otoritas pajak Indonesia dan otoritas pajak negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib memastikan bahwa Forum tersebut benar-benar merupakan Forum yang dimaksud dalam P3B dengan menjalankan penelitian terhadap SKD WPLN dan/atau Certifícate of Residence dan/atau surat keterangan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal ini.
Untuk pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas penghasilan dari transaksi pengalihan saham atau obligasi yang diperdagangkan atau dilaporkan di bursa Imbas di Indonesia, selain bunga dan dividen yang diterima atau diperoleh WPLN melalui Kustodian:
- Form DGT-2 wajib diisi dengan cara lengkap dan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh WPLN sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, serta disahkan dengan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;
- Form DGT-2 asli diserahkan kepada Kustodian oleh WPLN penerima penghasilan;
- Kustodian wajib menyerahkan Form DGT-2 asli yang masih berlaku yang diterima dari WPLN kepada Pemotong dan/atau Pemungut Pajak;
- Dalam hal WPLN penerima penghasilan menerima penghasilan dari beberapa sumber, Kustodian Bisa membuat fotokopi lembar ke-1 dari Form DGT-2 dan meminta legalisasi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Kustodian terdaftar sebagai Wajib Pajak;
- Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang melegalisasi fotokopi lembar ke-1 dari Form DGT-2 wajib menatausahakan 1 (satu) lembar legalisasi tersebut di KPP, dan Form DGT-2 asli dikembalikan kepada Kustodian;
- Dalam hal diperlukan untuk Aplikasi pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, Investigasi, Investigasi bukti permulaan, penyidikan, keberatan, pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, atau pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar; Kustodian wajib menyampaikan Form DGT-2 asli sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku;
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib menjalankan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B berdasarkan Form DGT-2 yang masih berlaku atau fotokopi Form DGT-2 yang telah dilegalisasi yang disampaikan oleh Kustodian dan menyimpan fotokopi Form DGT-2;
- Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib membuat tanda bukti pemotongan dan/atau pemungutan pajak serta wajib menyerahkannya kepada WPLN melalui Kustodian.
Untuk pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPLN bank dan dana pensiun:
- Form DGT-2 wajib diisi dengan cara lengkap dan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh WPLN sesuai dengan kelaziman, di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B, serta disahkan dengan ditandatangani atau diberi tanda yang setara dengan tanda tangan oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan kelaziman di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B; dan
- Form DGT-2 asli diserahkan oleh WPLN kepada Pemotong dan/atau Pemungut Pajak
Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tidak Bisa dipenuhi oleh WPLN, Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib memotong dan/atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh.
SKD WPLN dan Certificate of Residence wajib disimpan oleh Pemotong dan/atau Pemungut Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.