PPN Atas Jasa Bengkel Yang wajib Kita Tau - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia

PPN Atas Jasa Bengkel Yang wajib Kita Tau


Sebelum membahas mengenai PPN Atas Jasa Bengkel, perhatikan bahwa : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Memang benar Indonesia pernah menjalani masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum digunakan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Hasil bumi di daerah tidak boleh dijual ke luar negeri, gunakan dulu untuk rakyat lebihnya baru dijual. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas PPN Atas Jasa Bengkel, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

PPN Atas Jasa Bengkel


Yth Mas Raden,

Perkenalkan saya Agung Suryadi, salah satu pengunjung blog pajaktaxes Mas Raden. Sangat informatif, untuk saya yang awam pajak alias "GAPTAXES".

Sekirannya berkenan mohon pencerahannya. Ada satu kasus yang sedang kami hadapi saat ini.
Kalau boleh cerita :

"Kami mempunyai usaha jasa dalam bidang perbengkelan, dan juga penyediaan spare parts. kebetulan salah satu customer kami yaitu dari pihak asing dalam hal ini badan usaha asing yang berdomisili di luar negeri, mereka mempercayai kami untuk menjalankan perbaikan dan perawatan atas alat kerja kepunyaan mereka kepada kami. Dan kami menjalankan pekerjaan perbaikan, penggantian spare parts dan perawatan tersebut di bengkel kami (indonesia), Alhamdulillah pekerjaan tersebut sudah selesai dan alat tersebut sudah pihak mereka ambil atau sudah kami serahkan ke mereka.

Nah tiba saatnya untuk kami menjalankan penagihan pembayaran atas jasa yang sudah kami berikan kepada mereka, yang jadi permasalahan kami yaitu : 'Apakah kami wajib menjalankan pemungutan pajak/ PPN atas jasa tersebut atau tidak kalau Ya apakah sebesar 10% dari nilai jasa yang kami tagihkan dan bagaimana mekanisme pelaporan pajaknya?' "

Mohon penjelasannya dari Mas Raden juga sekalian peraturan UU nya, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih

Wasalam,
Agung Suryadi

===========================================================

Salam kenal Pa Agung,
Sebelumnya saya mohon maaf Sebab email Pa Agung baru saya jawab seminggu setelah itu. Ini terjadi Sebab akhir-akhir ini kami di kanwil Bandung sibuk bikin berita acara Investigasi.

PPN yaitu pajak atas konsumsi barang dan jasa. Umumnya (termasuk yang berlaku di Indonesia) PPN menganut asas destinasi. Artinya, PPN dikenakan atas barang yang dikonsumsi di dalam negeri. Contoh paling gampang dari ciri asas destinasi yaitu tarif export 0%. Tarif export ini menjadikan semua PPN yang sebelumnya "menempel" di suatu barang akan "dilucuti" dan dikembalikan (restitusi).

Untuk kasus Pa Agung, bila "jasa bengkel" dinikmati di dalam negeri maka terkena PPN. akan tetapi bila jasa bengkel dinikmati di luar negeri maka jasa tersebut bukan objek PPN. Bagaimana mengidentifikasi suatu jasa dinikmati di dalam negeri atau di luar negeri? Lihat manfaat jasa yang kita produksi!

Contoh : Saya punya bengkel mobil balap di Bandung. Biasanya saya terima order dari mobil lokal. Suatu waktu, ada mobil dari Singapur yang mau "dipakai balap" di Bogor. Untuk mobil ini, jasa yang saya berikan akan bermanfaat saat mobil tersebut dipakai di Bogor. Walaupun setelah balapan mobil tersebut dibawa kembali ke Singapur dan sudah pasti jasa saya masih "menempel" di mobil tersebut akan tetapi jasa yang saya berikan tidak untuk "pemakaian di Singapur". Saya menset atau memodifikasi mobil tersebut untuk balapan di Bogor. Untuk kasus ini, jasa saya termasuk objek PPN Sebab jasa saya dimanfaatkan di Bogor.

Waktu lain, ada mobil punya orang Indonesia yang mau dipakai balap di Malaysia. Mobil tersebut dimodif khusus di bengkal saya untuk balap di Malaysia. Nah, untuk kasus ini, jasa saya bukan objek PPN Sebab jasa saya dinikmati (dimanfaatkan) di Malaysia. Walaupun setelah balapan di Malaysia mobil tersebut dibawa kembali ke Indonesia akan tetapi fokus dari jasa saya yaitu balapan di Malaysia.

Ini pendapat saya!!! Dasarnya yaitu Pasal 4 huruf e UU PPN 1984. Bunyi lengkapnya sebagai berikut "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Jasa terkena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean" . akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa jasa itu dikenanakan dimana "dikerjakan". Dasarnya yaitu Pasal 4 huruf c UU PPN 1984. Bunyi lengkapnya sebagaiberikut "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa terkena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha". Perhatikan Perkataan "penyerahan" di Pasal 4 huruf c UU PPN 1984! Dipenjelasan Pasal 4 huruf c UU PPN 1984 Perkataan-katanya dipertegas lagi dengan "kegiatan penyerahan". Kegiatan penyerahan artinya adanya aktivitas untuk membuat suatu produk jasa.

bila pendapat yang terakhir yang jadi patokan maka semua mobil balap yang dimodif atau diservice di bengkel saya akan menjadi objek PPN. Semua jasa yang saya produksi dibuat/dikerjakan di bengkel saya di Bandung.

Saya menolak pendapat ini Sebab bertentangan dengan asas destinasi. Pendapat tersebut justru kebalikan dari asas destinasi. Original principles (asas asal) mengenakan PPN atas semua barang dan jasa yang diproduksi di DN. Ciri asas ini : impor bukan objek PPN dan sebaliknya ekspor tetap dikenakan PPN (bukan dengan tarif 0%). PPN dikenakan atas barang dan jasa yang berasal dari dalam negeri, tidak peduli dimana dikonsumsi.

Asas destinasi lebih diperkuat dengan Pasal 17E UU KUP (berlaku mulai Januari 2017). Ini bunyi lengkap Pasal 17E UU KUP "Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang menjalankan pembelian Barang terkena Pajak di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean Bisa diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ." Walaupun pasal ini tidak menganut asas destinasi murni. Hal ini Sebab di Pasal 17E ini masih "diikat" dengan "bukan subjek pajak dalam negeri". Artinya, orang Indonesia yang bawa bekal untuk perjalanan haji ke Saudi Arabia tidak Bisa minta restitusi Sebab orang Indonesia tersebut hampir Bisa dipastikan sebagai subjek pajak dalam negeri (WPDN, wajib pajak dalam negeri).

Mudah-mudahan jawaban saya Bisa menjawab pertanyaan Pa Agung. Jangan kapok bertanya Sebab email terlambat dijawab :)
Tambahan : jawaban ini ditampilkan di blog.

Salam hangat,
"raden[dot]suparman[at]gmail[dot]com"

Rekomendasi

Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo