Fakta Menarik Bahwa Ternyata Bung Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia

Ada banyak hal yang Bisa kita pelajari sebelum membahas mengenai Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar! ini, kesimpulannya kita butuh belajar Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari kita wajib menjalankan banyak hal yang belum kita pahami yang sebenarnya. Misalnya, supaya Bisa menyampaikan keinginan kita kepada orang lain dengan bagus dan benar, kita wajib mengetahui Tutorial berkomunikasi. supaya Bisa berkomunikasi, kita wajib Bisa membaca dan menulis. Sebelum membahas mengenai Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar!, Sekarang, Bisa disimpulkan bahwa hanya dengan belajar kita Bisa menanggulangi masalah yang kita hadapi setiap hari. Kita belajar, akan mengubah diri kita, dari belum mengetahui, atau belum menguasai hal tertentu, supaya kita Bisa menyelesaikan segala sesuatu dalam kehidupan kita dan membuat kita semakin mempunyai kemampuan.

Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar!


Untuk kesekian kalinya, anak muda Indonesia masih ada yang bertanya, “Di mana Bung Karno dilahirkan? Blitar atau Surabaya?” Sedih sekaligus suka mendengar pertanyaan itu. Menyedihkan, betapa bapak bangsa tak akan dikenali di mana kelahirannya oleh generasi penerusnya. Ada yang salah dalam proses berjalannya sejarah di negeri ini. Ihwal rasa suka yang membuncah, Sebab si muda tak akan malu untuk bertanya. Baiklah. Kita mengilas balik sejarah kelahiran Bung Karno, dari “geger” pernikahan beda suku, beda agama antara Raden Soekeni Sosrodihardjo yang Islam Theosof dan berasal dari Jawa, dengan Ida Ayu Nyoman Rai yang Hindu dan berasal dari Gianyar, Bali. Untuk menikahi Idayu dengan cara Islam, maka Idayu terlebih dulu wajib masuk Islam. Satu-satunya jalan untuk mereka yaitu kawin lari.

Seperti penuturan Bung Karno dalam otobiografi yang ditulis Cindy Adams, bahwa untuk kawin lari menurut kebiasaan di Bali, wajib mengikuti tata-car tertentu. Kedua “merpati” itu bermalam di malam perkawinannya di rumah salah seorang kawan. Sementara itu dikirimkan utusan ke rumah orangtua si gadis untuk memberitahukan bahwa anak mereka sudah menjalankan perkawinannya.

Soekeni dan Idayu mencari perlindungan di rumah Kepala Polisi yang menjadi kawan Soekeni. Keluarga Idayu setelah itu datang hendak menjemput mempelai wanita, akan tetapi Kepala Polisi tak akan mau melepaskan. “tak akan, dia berada dalam perlindungan saya,” katanya.

Saat tiba mereka wajib dihadapkan ke pengadilan, Idayu pun sempat ditanya oleh hakim, “Apakah laki-laki ini memaksamu, bertentangan dengan kemauanmu sendiri” Dan Idayu menjawab, “tak akan, tak akan. Saya mencintainya dan melarikan diri atas kemauan saya sendiri.” Maka, tiada pilihan untuk mereka untuk mengizinkan perkawinan itu. Sekalipun demikian, pengadilan mendenda Idayu 25 ringgit, yang nilai sama dengan 25 dolar saat itu. Idayu mewarisi beberapa perhiasan emas, dan untuk membayar denda itu, ia menjualnya.

Tak lama setelah pernikahan mereka, sekitar tahun 1900, Soekeni mengajukan permohonan pindah tugas ke wilayah Jawa. Pemerintah mengabulkan, dan memindahkan Soekeni ke Surabaya. Keluarga muda ini tinggal di Gang Pandean IV Nomor 40, Peneleh, Surabaya. Di sanalah Putra Sang Fajar dilahirkan. (roso daras)

Fakta Menarik Bahwa Ternyata Bung Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar

Ada banyak hal yang Bisa kita pelajari sebelum membahas mengenai Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar! ini, kesimpulannya kita butuh belajar Sebab dalam kehidupan kita sehari-hari kita wajib menjalankan banyak hal yang belum kita pahami yang sebenarnya. Misalnya, supaya Bisa menyampaikan keinginan kita kepada orang lain dengan bagus dan benar, kita wajib mengetahui Tutorial berkomunikasi. supaya Bisa berkomunikasi, kita wajib Bisa membaca dan menulis. Sebelum membahas mengenai Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar!, Sekarang, Bisa disimpulkan bahwa hanya dengan belajar kita Bisa menanggulangi masalah yang kita hadapi setiap hari. Kita belajar, akan mengubah diri kita, dari belum mengetahui, atau belum menguasai hal tertentu, supaya kita Bisa menyelesaikan segala sesuatu dalam kehidupan kita dan membuat kita semakin mempunyai kemampuan.

Soekarno Lahir di Soerabaja, bukan di Blitar!


Untuk kesekian kalinya, anak muda Indonesia masih ada yang bertanya, “Di mana Bung Karno dilahirkan? Blitar atau Surabaya?” Sedih sekaligus suka mendengar pertanyaan itu. Menyedihkan, betapa bapak bangsa tak akan dikenali di mana kelahirannya oleh generasi penerusnya. Ada yang salah dalam proses berjalannya sejarah di negeri ini. Ihwal rasa suka yang membuncah, Sebab si muda tak akan malu untuk bertanya. Baiklah. Kita mengilas balik sejarah kelahiran Bung Karno, dari “geger” pernikahan beda suku, beda agama antara Raden Soekeni Sosrodihardjo yang Islam Theosof dan berasal dari Jawa, dengan Ida Ayu Nyoman Rai yang Hindu dan berasal dari Gianyar, Bali. Untuk menikahi Idayu dengan cara Islam, maka Idayu terlebih dulu wajib masuk Islam. Satu-satunya jalan untuk mereka yaitu kawin lari.

Seperti penuturan Bung Karno dalam otobiografi yang ditulis Cindy Adams, bahwa untuk kawin lari menurut kebiasaan di Bali, wajib mengikuti tata-car tertentu. Kedua “merpati” itu bermalam di malam perkawinannya di rumah salah seorang kawan. Sementara itu dikirimkan utusan ke rumah orangtua si gadis untuk memberitahukan bahwa anak mereka sudah menjalankan perkawinannya.

Soekeni dan Idayu mencari perlindungan di rumah Kepala Polisi yang menjadi kawan Soekeni. Keluarga Idayu setelah itu datang hendak menjemput mempelai wanita, akan tetapi Kepala Polisi tak akan mau melepaskan. “tak akan, dia berada dalam perlindungan saya,” katanya.

Saat tiba mereka wajib dihadapkan ke pengadilan, Idayu pun sempat ditanya oleh hakim, “Apakah laki-laki ini memaksamu, bertentangan dengan kemauanmu sendiri” Dan Idayu menjawab, “tak akan, tak akan. Saya mencintainya dan melarikan diri atas kemauan saya sendiri.” Maka, tiada pilihan untuk mereka untuk mengizinkan perkawinan itu. Sekalipun demikian, pengadilan mendenda Idayu 25 ringgit, yang nilai sama dengan 25 dolar saat itu. Idayu mewarisi beberapa perhiasan emas, dan untuk membayar denda itu, ia menjualnya.

Tak lama setelah pernikahan mereka, sekitar tahun 1900, Soekeni mengajukan permohonan pindah tugas ke wilayah Jawa. Pemerintah mengabulkan, dan memindahkan Soekeni ke Surabaya. Keluarga muda ini tinggal di Gang Pandean IV Nomor 40, Peneleh, Surabaya. Di sanalah Putra Sang Fajar dilahirkan. (roso daras)
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo