
Sebelum membahas mengenai Wajib Pajak Patuh, perhatikan bahwa : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar angan2 dan Asa semu. Memang benar Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. Tidak boleh mengirim TKI untuk tenaga buruh dan pembantu. Beri pendidikan profesional dulu. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Wajib Pajak Patuh, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.
Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak Patuh merupakan Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu [KEP-213/PJ./2003]. Di UU KUP sendiri tidak ada istilah Wajib Pajak Patuh. Istilah yang dipergunakan di UU KUP merupakan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Baru-baru ini telah dikeluarkan SE-02/PJ/2017 mengenai Tata Tutorial Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai ”turunan” dari Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007. Nah, syarat-syarat menjadi Wajib Pajak Patuh, yaitu :
[a.] tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 3 (tiga) tahun terakhir [sebelumnya hanya dua tahun];
[b.] penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari hingga dengan Nopember tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
[c.] SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
[d.] tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan di tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan;
[e.] laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Forum pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian [WTP] selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan:
Laporan audit wajib:
[e.a.] disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal untuk Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan; dan
[e.b.] pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak sedang dalam pembinaan Forum pemerintah pengawas akuntan publik; dan
[f.] tidak pernah dijatuhi hukuman Sebab menjalankan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir [sebelumnya 10 tahun] ; dan
Keuntungan menjadi Wajib Pajak Patuh merupakan adanya perlakuan khusus untuk restitusi PPh dan PPN. Untuk restitusi PPh paling lama 3 bulan Bisa diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Sedangkan PPN paling lama 1 bulan.
Selain itu, Wajib Pajak Patuh mendapat perlakuan khusus dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. P-11/BC/2005 dan P-24/BC/2007 menyebutkan bahwa Wajib Pajak Patuh mendapat fasilitas Mitra Utama (MITA) sehingga atas impor yang dilakukan Bisa melalui Jalur Prioritas.
Hanya aja, saya tertarik dengan Pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2017 menyebutkan,
“Wajib Pajak Patuh yang tidak menghendaki diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak wajib membuat pernyataan tertulis bersamaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).”
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2017 mengatur bahwa Wajib Pajak Bisa mengajukan permohonan pengembalian dengan SPT atau surat terpisah. Artinya, bila ada permohonan pengembalian bagus melalui SPT aja atau dengan surat tersendiri, Kantor Pelayanan Pajak otomatis akan membagikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak Patuh kecuali ada pernyataan tertulis bahwa Wajib Pajak Patuh tersebut menolak. bila Wajib Pajak Patuh menolak, maka pengembalian pembayaran pajak akan diberikan penuh (bukan “pendahuluan”).
Berdasarkan SE - 09/PJ.53/2006 bahwa Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak wajib diterbitkan dalam 7 (tujuh) hari sejak permohonan dengan cara lengkap diterima. Mengapa begitu cepat? Pertama, DJP tidak menjalankan Investigasi tapi penelitian. Kedua, dalam rangka pelayanan. akan tetapi, DJP juga Bisa menjalankan Investigasi atas WP Patuh, dan Bisa aja Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang telah diterbitkan dikoreksi dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah sanksi 100% sesuai Pasal 17C ayat (5) UU KUP.
Sebab itu, saran saya permohonan pengembalian pendahuluan sebaiknya untuk PPN aja untuk menghindari sanksi 100%. Mengapa, restitusi PPh sangat rawan koreksi positif terutama masalah biaya. Pos biaya sering condong ke pendapat pemeriksa. Sedangkan PPN lebih kuat. bila syarat-syarat yang telah ditetapkan lengkap, maka tidak masalah mengajukan permohonan “restitusi pendahuluan” supaya lebih cepat. Ini tentu akan menolong arus kas (cash flow) masuk Wajib Pajak sebagai modal kerja. Selain itu, restitusi memang Copyright Wajib Pajak.
Cag!