Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK Yang Wajib Kita Tau - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia


Artikel Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK ini khusus didedikasikan untuk kita, tapi sebelum membahasnya, tidak Bisa dipungkiri : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar gurauan palsu. Memang benar Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Hasil bumi di daerah tidak boleh dijual ke luar negeri, gunakan dulu untuk rakyat lebihnya baru dijual. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK


Menarik untuk menyimak drama perseteruan yang terjadi saat ini antara Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perseteruan bermula dari ketidakpuasan BPK atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 mengenai Perubahan ketiga UU No 6 tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Tutorial Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP 2007) yang baru aja diberlakukan di awal tahun 2017 ini.

BPK merasa bahwa salah satu pasal dalam UU KUP 2007 tersebut membatasi ruang geraknya untuk mengaudit Ditjen Pajak terkait dengan penerimaan negara dari sektor pajak. Untuk Bisa mengaudit penerimaan pajak tentunya BPK wajib Bisa mengakses (baca: memeriksa) informasi transaksi keuangan dan non keuangan wajib pajak.
Adapun pasal yang dipermasalahkan oleh BPK yaitu Pasal 34 ayat (2a) huruf b, yang menyatakan bahwa pejabat atau tenaga ahli yang Bisa membagikan informasi wajib pajak kepada BPK terlebih dahulu wajib ditetapkan (mendapat izin) oleh Menteri Keuangan.

BPK keberatan dengan klausal tersebut Sebab membatasi Copyright konstitusional mereka untuk menjalankan Investigasi keuangan negara seperti dinyatakan dalam Pasal 23 E UUD 1945. Atas pembatasan Copyright konstitusional mereka ini, BPK mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.

akan tetapi, benarkah hanya sebatas per-izinan yang dipermasalahkan BPK dalam uji materi tersebut? Apakah ada tujuan lainnya? Pertanyaan ini muncul Sebab terkait dengan hasil temuan BPK selama ini yang belum maksimal dalam memeriksa potensi penerimaan negara dari sektor pajak.

Kenapa belum maksimal? Sebab bagaimana Bisa maksimal kalau hanya sebatas memeriksa informasi wajib pajak yang tersedia di Ditjen Pajak.
Terhadap keinginan BPK untuk Bisa memeriksa informasi wajib pajak yang tersedia di Ditjen Pajak, Ditjen Pajak mempersilahkan BPK sepanjang ada izin dari Menteri Keuangan.

Kenapa wajib izin Menteri Keuangan? Dalam berbagai pemberitaan, alasan yang dikemukan oleh Ditjen Pajak yaitu dalam rangka menjaga kerahasiaan informasi wajib pajak. Hal ini dikarenakan Sebab wajib pajak mempunyai Copyright untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas informasi yang telah disampaikannya kepada Ditjen Pajak.

Akan akan tetapi, apakah hanya Copyright kerahasiaan informasi aja yang hanya diperhatikan dalam perseteruan Ditjen Pajak dan BPK ini? Bagaimana dengan Copyright-Copyright wajib pajak lainnya?

Copyright wajib pajak
Objek utama dalam perseteruan ini yaitu wajib pajak, yaitu untuk memastikan apakah wajib pajak telah melaporkan kewajiban perpajakan mereka dengan benar. Hal ini didasarkan atas sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia yaitu self assessment yang membagikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung pajaknya sendiri. Oleh Sebab itu, sudah sewajarnya ada Investigasi pajak untuk memastikan apakah perhitungan wajib pajak sudah benar.

Untuk itu, atas kuasa Pasal 29 ayat (I) UU KUP 2007, Ditjen Pajak diberi wewenang untuk menjalankan Investigasi pajak. Disisi lain, BPK juga berwenang untuk mengaudit Ditjen Pajak untuk memastikan apakah ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak dari hasil Investigasi tersebut telah benar.

Masalahnya, bagaimana dengan Copyright-Copyright wajib pajak yang menjadi objek Investigasi ini? Ada beberapa permasalahan (tidak sekedar kerahasian informasi aja) yang wajib diperhatikan dalam rangka membagikan kepastian hukum untuk wajib pajak.
Misalnya, pertama, bagaimana bila dari hasil Investigasi BPK tersebut temyata mengakibatkan jumlah ketetapan pajak bertambah, di mana hasil Investigasi BPK tersebut tidak didapat dari data baru atau data semula yang belum terungkap, apakah atas wajib pajak tersebut wajib diperiksa ulang atau langsung dikeluarkan ketetapan pajak?
Kedua, apabila wajib pajak tidak setuju dengan hasil temuan BPK, bagaimana mekanisme formal wajib pajak untuk menyanggah hasil temuan tersebut? Ketiga, wajib pajak juga wajib tahu, Forum pemerintah mana aja yang Bisa menjalankan Investigasi atas informasi dan kewajiban perpajakan mereka?
Keempat, dalam kondisi bagaimana informasi wajib pajak yang ada di Ditjen Pajak boleh diperiksa oleh Forum pemerintahan lainnya? Jadi, dari sisi Copyright-Copyright wajib pajak, tidak hanya kerahasiaan informasi aja yang menjadi isu yang wajib dibahas antara Ditjen Pajak dan BPK, ada Copyright-Copyright wajib pajak lainnya yang wajib diperhatikan seperti Copyright untuk mendapatkan kepastian hukum.

Ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi, wajib pajak juga mempunyai dua sisi yaitu kewajiban dan Copyright. Oleh Sebab itu, segala sesuatu yang menyangkut wewenang pemerintah untuk menuntut kewajiban perpajakan wajib pajak seharusnya diimbangi dengan pemberian Copyright-Copyright mereka. Sisi inilah yang terlupakan dalam perseteruan antara Ditjen Pajak dan BPK.

Bisnis Indonesia, 05 Februari 2017
Disalin dari : http://10.9.13.215/441/content/view/509/1/

Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK Yang Wajib Kita Tau


Artikel Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK ini khusus didedikasikan untuk kita, tapi sebelum membahasnya, tidak Bisa dipungkiri : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar gurauan palsu. Memang benar Indonesia pernah menemui masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Hasil bumi di daerah tidak boleh dijual ke luar negeri, gunakan dulu untuk rakyat lebihnya baru dijual. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Sisi lain perseteruan Ditjen Pajak dan BPK


Menarik untuk menyimak drama perseteruan yang terjadi saat ini antara Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Perseteruan bermula dari ketidakpuasan BPK atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 mengenai Perubahan ketiga UU No 6 tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Tutorial Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP 2007) yang baru aja diberlakukan di awal tahun 2017 ini.

BPK merasa bahwa salah satu pasal dalam UU KUP 2007 tersebut membatasi ruang geraknya untuk mengaudit Ditjen Pajak terkait dengan penerimaan negara dari sektor pajak. Untuk Bisa mengaudit penerimaan pajak tentunya BPK wajib Bisa mengakses (baca: memeriksa) informasi transaksi keuangan dan non keuangan wajib pajak.
Adapun pasal yang dipermasalahkan oleh BPK yaitu Pasal 34 ayat (2a) huruf b, yang menyatakan bahwa pejabat atau tenaga ahli yang Bisa membagikan informasi wajib pajak kepada BPK terlebih dahulu wajib ditetapkan (mendapat izin) oleh Menteri Keuangan.

BPK keberatan dengan klausal tersebut Sebab membatasi Copyright konstitusional mereka untuk menjalankan Investigasi keuangan negara seperti dinyatakan dalam Pasal 23 E UUD 1945. Atas pembatasan Copyright konstitusional mereka ini, BPK mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.

akan tetapi, benarkah hanya sebatas per-izinan yang dipermasalahkan BPK dalam uji materi tersebut? Apakah ada tujuan lainnya? Pertanyaan ini muncul Sebab terkait dengan hasil temuan BPK selama ini yang belum maksimal dalam memeriksa potensi penerimaan negara dari sektor pajak.

Kenapa belum maksimal? Sebab bagaimana Bisa maksimal kalau hanya sebatas memeriksa informasi wajib pajak yang tersedia di Ditjen Pajak.
Terhadap keinginan BPK untuk Bisa memeriksa informasi wajib pajak yang tersedia di Ditjen Pajak, Ditjen Pajak mempersilahkan BPK sepanjang ada izin dari Menteri Keuangan.

Kenapa wajib izin Menteri Keuangan? Dalam berbagai pemberitaan, alasan yang dikemukan oleh Ditjen Pajak yaitu dalam rangka menjaga kerahasiaan informasi wajib pajak. Hal ini dikarenakan Sebab wajib pajak mempunyai Copyright untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas informasi yang telah disampaikannya kepada Ditjen Pajak.

Akan akan tetapi, apakah hanya Copyright kerahasiaan informasi aja yang hanya diperhatikan dalam perseteruan Ditjen Pajak dan BPK ini? Bagaimana dengan Copyright-Copyright wajib pajak lainnya?

Copyright wajib pajak
Objek utama dalam perseteruan ini yaitu wajib pajak, yaitu untuk memastikan apakah wajib pajak telah melaporkan kewajiban perpajakan mereka dengan benar. Hal ini didasarkan atas sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia yaitu self assessment yang membagikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung pajaknya sendiri. Oleh Sebab itu, sudah sewajarnya ada Investigasi pajak untuk memastikan apakah perhitungan wajib pajak sudah benar.

Untuk itu, atas kuasa Pasal 29 ayat (I) UU KUP 2007, Ditjen Pajak diberi wewenang untuk menjalankan Investigasi pajak. Disisi lain, BPK juga berwenang untuk mengaudit Ditjen Pajak untuk memastikan apakah ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak dari hasil Investigasi tersebut telah benar.

Masalahnya, bagaimana dengan Copyright-Copyright wajib pajak yang menjadi objek Investigasi ini? Ada beberapa permasalahan (tidak sekedar kerahasian informasi aja) yang wajib diperhatikan dalam rangka membagikan kepastian hukum untuk wajib pajak.
Misalnya, pertama, bagaimana bila dari hasil Investigasi BPK tersebut temyata mengakibatkan jumlah ketetapan pajak bertambah, di mana hasil Investigasi BPK tersebut tidak didapat dari data baru atau data semula yang belum terungkap, apakah atas wajib pajak tersebut wajib diperiksa ulang atau langsung dikeluarkan ketetapan pajak?
Kedua, apabila wajib pajak tidak setuju dengan hasil temuan BPK, bagaimana mekanisme formal wajib pajak untuk menyanggah hasil temuan tersebut? Ketiga, wajib pajak juga wajib tahu, Forum pemerintah mana aja yang Bisa menjalankan Investigasi atas informasi dan kewajiban perpajakan mereka?
Keempat, dalam kondisi bagaimana informasi wajib pajak yang ada di Ditjen Pajak boleh diperiksa oleh Forum pemerintahan lainnya? Jadi, dari sisi Copyright-Copyright wajib pajak, tidak hanya kerahasiaan informasi aja yang menjadi isu yang wajib dibahas antara Ditjen Pajak dan BPK, ada Copyright-Copyright wajib pajak lainnya yang wajib diperhatikan seperti Copyright untuk mendapatkan kepastian hukum.

Ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi, wajib pajak juga mempunyai dua sisi yaitu kewajiban dan Copyright. Oleh Sebab itu, segala sesuatu yang menyangkut wewenang pemerintah untuk menuntut kewajiban perpajakan wajib pajak seharusnya diimbangi dengan pemberian Copyright-Copyright mereka. Sisi inilah yang terlupakan dalam perseteruan antara Ditjen Pajak dan BPK.

Bisnis Indonesia, 05 Februari 2017
Disalin dari : http://10.9.13.215/441/content/view/509/1/
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo