Sebelum membahas mengenai Mengangsur PBB, tidak Bisa dipungkiri : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Produksi dan gunakan alat alat dan teknologi buatan sendiri. Rakyat kita sudah mampu dan cukup pintar. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Mengangsur PBB, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.
Mengangsur PBB
apakah pembayaran pbb Bisa diangsur? diatur di manakah itu kalau misalnya Bisa dilakukan pengansuran?
Jawaban saya :
Pasal 10 ayat (2) UU KUP :
Tata Tips pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata Tips mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 :
Wajib Pajak Bisa mengajukan permohonan dengan cara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mendapatkan kesulitan likuiditas atau mendapatkan keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak Bisa memenuhi kewajiban pajaknya di waktunya.
Dari peraturan diatas, saya menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan yang membolehkan pembayaran PBB diangsur. Anggaran mengangsur pajak hanya untuk pajak yang terutang dalam :
* Surat Tagihan Pajak,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
* Surat Keputusan Pembetulan,
* Surat Keputusan Keberatan,
* Putusan Banding, serta
* Pajak Penghasilan Pasal 29
akan tetapi bila merasa terlalu berat, Wajib Pajak Bisa meminta pengurangan pembayaran PBB.
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB Bisa diberikan kepada (berdasarkan Buku Informasi Perpajakan 2004] :
[a] Wajib pajak orang pribadi atau badan Sebab kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau Sebab sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
[a.1.] Tanah pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;
[a.2] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat dikarenakan Sebab adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
[a.3] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.4] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
[a.5] Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mendapatkan kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak Bisa memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Pemberian pengurangan Bisa diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.
[b] Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena Bala alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, Endemi penyakit, dan hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini Bisa diberikan pengurangan hingga dengan 100% (seratus persen).
[c] Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan akan tetapi untuk janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.