NPWP Yang wajib Kita Tau - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia

NPWP Yang wajib Kita Tau


Sebelum membahas mengenai NPWP, perhatikan bahwa : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Produksi dan gunakan alat alat dan teknologi buatan sendiri. Rakyat kita sudah mampu dan cukup pintar. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas NPWP, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

NPWP


Nomor inti Wajib Pajak merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan Copyright dan kewajiban perpajakannya. Ini pengertian resmi yang diberikan oleh undang-undang. Lebih ringkasnya, menurut saya, NPWP merupakan identitas Wajib Pajak. NPWP wajib dibuat unik, tidak ada yang sama untuk subjek pajak (orang) yang berbeda. Nama boleh sama, dan memang banyak yang sama, akan tetapi mempunyai NPWP yang berbeda-beda.

Banyak yang mempertanyakan fungsi dan manfaat NPWP. Berikut ini merupakan fungsi NPWP, setidaknya dilihat dari sisi administrasi pajak :

1. Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak;
2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan;
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan;
4. Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP;
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal: Dokumen Impor (PPUD, PIUD).

bila mau diringkas, sebenarnya fungsi dari NPWP ada dua, yaitu : identitas Wajib Pajak dan media pengawasan kewajiban perpajakan. Kecuali nomor 2, nomor 1 hingga dengan nomor 5 diatas lebih dekat ke fungsi identitas. Contoh, kita membuat laporan perpajakan (SPT), maka NPWP akan mempertegas siapa pembuat SPT. Saat kita bayar pajak (SSP), akan jelas siapa pembayar pajak tersebut. Kita bayar PPh Pasal 22 impor dan PPN impor, atas nama siapa pajak tersebut, akan diakui sesuai dengan NPWP yang dicantumkan. Begitu juga saat kita pergi ke luar negeri dan bayar Fiskal Luar Negeri, maka Fiskal Luar Negeri tersebut hanya Bisa dikreditkan oleh orang yang sama NPWP-nya.

Sedangkan fungsi pengawasan Bisa dilihat dua sisi. Sisi pertama, pengawasan dari Wajib Pajak, pembayar pajak. bila kita telah membayar pajak, maka kita mesti tahu berapa pajak yang telah dibayar ke Kas Negara. Berapa kontribusi kita kepada negara.

bila kita karyawan, NPWP ini akan sangat bermanfaat. Dengan mempunyai NPWP, kita mempunyai kewajiban menyampaikan SPT. Disatu sisi, memang memberatkan, merepotkan untuk Wajib Pajak. Apalagi untuk Wajib Pajak awam terhadap perpajakan. akan tetapi, sisi positifnya, Wajib Pajak Bisa mengawasi pajak penghasilan (PPh) yang telah dipotong oleh pemberi kerja (majikan). Kita wajib meminta bukti potong, berapa PPh yang telah dipotong dalam satu tahun. setelah itu kita, cocokkan kebenarannya.

Prakteknya, saya sering menemukan laporan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang dipegang oleh majikan dibuat “RAHASIA”. SPT tersebut hanya dipegang oleh boss dan karyawan (walaupun petugas yang disuruh) dilarang membaca. Naluri pemeriksa langsung mempertanyakan kebenaran besarnya gaji dan potongan PPh yang ada di SPT dan sebenarnya yang diterima oleh karyawan.

Salah satu Tips untuk memperkecil atau menghindari kewajiban memotong PPh Pasal 21 merupakan dengan “menyebarkan” penghasilan kepada karyawan kecil. Contohnya: direktur yang mempunyai penghasilan Rp.100 juta dipangkas hanya menjadi Rp.40 juta aja. Kemana yang Rp.60 juta? Bisa disebar ke beberapa karyawan, misalnya dibagi rata ke 6 orang karyawan, masing-masing Rp.10 juta. akan tetapi, Sebab karyawan tersebut mempunyai penghasilan kecil, misalnya Rp 10 juta aja, maka saat ditambahkan Rp 10 juta lagi, maka akan terkena tarif kecil. Artinya, Tips ini dimaksudkan untuk menghindari tarif tinggi, sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong kecil.

Majikan akan berpikir ulang untuk mengulang praktek seperti diatas bila karyawan meminta bukti potong (form 1721 – A1) untuk mengisi SPT Orang Pribadi Sebab mempunyai NPWP. Bukti potong yang diminta oleh karyawan wajib sama dengan yang dilaporkan ke KPP di SPT Tahunan PPh Pasal 21. Artinya, karyawan Bisa mengawasi berapa penghasilan dan PPh Pasal 21 yang dilaporkan ke KPP dan yang benar-benar yang diterima.

Manfaat NPWP
Manfaat mempunyai NPWP yang sering dirasakan oleh Wajib Pajak merupakan syarat kredit bank. Biasanya, bila kita meminjam uang Rp. 50 juta keatas, bank mencantumkan persyaratan NPWP. Nasabah wajib mempunyai NPWP bila kreditnya mau cair.

untuk negara-negara maju, isu perpajakan sering muncul di perpolitikan, terutama di saat kampanye. Hal ini Sebab, “rasa kebanggaan” membayar pajak sudah lama ditumbuhkan. Para pembayar pajak besar sering menuntut beberapa fasilitas lebih dari negara Sebab kontribusi mereka terhadap pendapatan negara. Dan kontribusi kita hanya Bisa dihitung di saat membuat SPT dan melaporkannya di kantor pajak.

Sebab banyak pajak yang dipotong melalui fihak lain (withholding tax) maka Wajib Pajak sering tidak menyadari, berapa pajak yang sudah dibayar. Berbeda dengan pajak yang dibayar langsung setiap bulan, PPh Pasal 25, withholding tax sering terlupakan Sebab tidak terasa berat. di saat membuat SPT, semua pajak yang telah dibayar, bagus melalui fihak lain (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) ataupun dibayar sendiri (PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29) akan dihitung, dan dijumlahkan sehingga jelas berapa pajak yang sebenarnya telah kita bayar.

Seharusnya, membayar pajak merupakan kebanggaan warga negara Sebab merupakan kontribusi kita kepada negara. Undang-undang dengan jelas menyebutkan [Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2007], “Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan dengan cara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Ini semacam pengakuan resmi dari negara.

Mungkin bila istilah Wajib Pajak diganti dengan istilah “kontributor keperluan negara” nuansanya akan beda dan akan menumbuhkan rasa kebanggaan!

Cag!

Rekomendasi

Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo