
Sebelum membahas mengenai Tanah Bersertifikat vs Petok, tidak Bisa dipungkiri : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar gurauan palsu. Memang benar Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum digunakan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. Hasil bumi di daerah tidak boleh dijual ke luar negeri, gunakan dulu untuk rakyat lebihnya baru dijual. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Tanah Bersertifikat vs Petok, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.
Tanah Bersertifikat vs Petok
Pertanyaan:
Ada kejadian wp mengajukan kelebihan BPHTB, tanah tersebut merupakan tanah warisan, apakah ada perbedaan pengenaan NPOPTKP atas tanah warisan yang sudah bersrtifikat dan yang belum bersertifikat (petok)? Diatur dimana? Mohon bantuannya...terima kasih.
Jawaban:
Coba ibu lihat UU BPHTB Tahun 2000 Pasal 2 ayat (2) a. Pemindahan Copyright dan b. Perolehan Copyright. dan lihat juga Pasal 2 ayat (3) Copyright-Copyright yang menjadi objek BPHTB. Untuk warisan yg sudah bersertifikat masuk ke klausul pemindahan Copyright Sebab cecara hukum telah ada Copyright yang Bisa diwariskan sehingga BPHTB = (nilai Pasar atau NJOP – Rp.300jt) x 5% x 50% dan untuk warisan yng belum bersertifikat masuk ke klausul perolehan Copyright Sebab dengan cara hukum belum ada Copyright yang menjadi objek BPHTB yang akan diwariskan. Perhitungannya: (nilai pasar atau NJOP – Rp.60jt) x 5% untuk wilayah DKI Jakarta. mungkin ada pendapat lain ? [Tritiyo Nugroho]
NPOPTKP atas tanah warisan sudah bersertifikat yaitu ditetapkan maksimal 300 jt. Apabila tanah belum bersertifikat diwariskan dan didaftarkan ke BPN untuk dimohon sertifikatnya, maka atas perbuatan hukum tersebut dikenakan BPHTB Sebab pemberian Copyright baru sepanjang permohonan tersebut disetujui dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Copyright Baru (SKPHB) atas nama ahli warisnya dan terutang BPHTBnya sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya SK pemberian Copyright dan NPOPTKP ditetapkan maksimal Rp.60jt. [Didik Santoso]
Catatan saya:
Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2000 mengenai Perubahan UU No. 21 Tahun 1997 mengenai BPHTB
(1) Yang menjadi objek pajak yaitu perolehan Copyright atas tanah dan atau bangunan.
(2) Perolehan Copyright atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Pemindahan Copyright Sebab :
1 . jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan Copyright yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
9. Aplikasi putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
b. Pemberian Copyright baru Sebab :
1. kelanjutan Divestasi Copyright;
2. diluar Divestasi Copyright.
(3) Copyright atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu :
a. Copyright milik;
b. Copyright guna usaha;
c. Copyright guna bangunan;
d. Copyright pakai;
e. Copyright milik atas satuan rumah susun;
f. Copyright pengelolaan.
NPOPTKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak terkena Pajak) diatur di Pasal 7 ayat (1) UU BPHTB,
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak terkena Pajak ditetapkan dengan cara regional paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan Copyright Sebab waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak terkena Pajak ditetapkan dengan cara regional paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
[sumber : Fordis BPHTB.net]