Kekurang-wajaran harga pembelian Yang wajib Kita Tau - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia


Artikel Kekurang-wajaran harga pembelian ini khusus memang untuk kita, tapi sebelum membahasnya, tidak Bisa dipungkiri : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya tapi belum dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Hanya tenaga profesional aja yg boleh dikirim ke luar negeri. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Kekurang-wajaran harga pembelian, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Kekurang-wajaran harga pembelian


Berikut ini yaitu kutipan dari SE-04/PJ.7/1993, yaitu contoh kekurang-wajaran harga pembelian :

Contoh :
H Ltd Hongkong mempunyai 25 % saham PT. B. PT. B mengimpor barang produksi H Ltd dengan harga Rp. 3.000 per unit. Produk tersebut dijual kembali kepada PT. Y (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp. 3500 per unit.

Perlakuan perpajakan :
di contoh tersebut di atas, pertama-tama dicari harga pasar sebanding untuk barang yang sama, Sesuai atau serupa atas pembelian/impor dari pihak yang tidak ada hubungan istimewa atau antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa (sama halnya dengan kasus harga penjualan). Apabila ditemui kesulitan, maka pendekatan harga jual minus Bisa diterapkan, yaitu dengan mengurangkan laba kotor (mark up) yang wajar ditambah biaya lainnya yang dikeluarkan Wajib Pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa.

Apabila laba yang wajar diperoleh yaitu Rp. 750,- maka harga yang wajar untuk perpajakan atas pembelian barang dari H Ltd di Hongkong yaitu Rp. 2.750 (Rp. 3.500 - Rp.750). Harga ini merupakan dasar perhitungan harga inti PT. B dan selisih Rp. 250 antara pembayaran utang ke H Ltd di Hongkong dengan harga inti yang seharusnya diperhitungkan dianggap sebagai pembayaran dividen terselubung.



Catatan saya :
di contoh kali ini pembelian impor dilakukan ke pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan penjualan dilakukan ke pihak independen. Dengan demikian, kemungkinan tidak wajar ada di pembelian impor. Sebab itu, harga beli impor wajib direkonstruksi dengan harga wajar. Sebab terdapat kesulitan menentukan metode comparable uncontrolled cost [CUP, pembelian hanya dari satu pihak yang mempunyai hubungan istimewa], maka digunakan metode harga jual minus [sales minus / resale cost] yaitu dengan mengurangkan laba kotor (mark up / margin) yang wajar ditambah biaya lainnya yang dikeluarkan Wajib Pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Mark up / margin yang wajar tersebut diambil dari perusahaan Sesuai yang menjalankan transaksi dengan pihak-pihak yang independen [tidak mempunyai hubungan istimewa].

di contoh ini PT B membeli / impor barang dari H sebesar Rp. 3000 per unit. akan tetapi berdasarkan metode sale minus, harga inti yang wajar dari barang tersebut yaitu Rp. 750 sehingga harga impor wajar yaitu Rp.3000 - Rp.750 = Rp. 2.750.

Terdapat selisih antara harga impor wajar dengan harga impor yang dilaporkan yaitu Rp. 3000 – Rp. 2.750 = Rp. 250. Selisih ini dianggap sebagai pemberian deviden terselubung. Dan Deviden bukan biaya atau pengurang penghasilan bruto akan tetapi objek PPh Pasal 23 [ bila penerima WP Dalam Negeri] dan PPh Pasal 26 [bila penerima WP Luar Negeri].

Kekurang-wajaran harga pembelian Yang wajib Kita Tau


Artikel Kekurang-wajaran harga pembelian ini khusus memang untuk kita, tapi sebelum membahasnya, tidak Bisa dipungkiri : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya tapi belum dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Hanya tenaga profesional aja yg boleh dikirim ke luar negeri. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Kekurang-wajaran harga pembelian, Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Kekurang-wajaran harga pembelian


Berikut ini yaitu kutipan dari SE-04/PJ.7/1993, yaitu contoh kekurang-wajaran harga pembelian :

Contoh :
H Ltd Hongkong mempunyai 25 % saham PT. B. PT. B mengimpor barang produksi H Ltd dengan harga Rp. 3.000 per unit. Produk tersebut dijual kembali kepada PT. Y (tidak ada hubungan istimewa) dengan harga Rp. 3500 per unit.

Perlakuan perpajakan :
di contoh tersebut di atas, pertama-tama dicari harga pasar sebanding untuk barang yang sama, Sesuai atau serupa atas pembelian/impor dari pihak yang tidak ada hubungan istimewa atau antar pihak-pihak yang tidak ada hubungan istimewa (sama halnya dengan kasus harga penjualan). Apabila ditemui kesulitan, maka pendekatan harga jual minus Bisa diterapkan, yaitu dengan mengurangkan laba kotor (mark up) yang wajar ditambah biaya lainnya yang dikeluarkan Wajib Pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa.

Apabila laba yang wajar diperoleh yaitu Rp. 750,- maka harga yang wajar untuk perpajakan atas pembelian barang dari H Ltd di Hongkong yaitu Rp. 2.750 (Rp. 3.500 - Rp.750). Harga ini merupakan dasar perhitungan harga inti PT. B dan selisih Rp. 250 antara pembayaran utang ke H Ltd di Hongkong dengan harga inti yang seharusnya diperhitungkan dianggap sebagai pembayaran dividen terselubung.



Catatan saya :
di contoh kali ini pembelian impor dilakukan ke pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan penjualan dilakukan ke pihak independen. Dengan demikian, kemungkinan tidak wajar ada di pembelian impor. Sebab itu, harga beli impor wajib direkonstruksi dengan harga wajar. Sebab terdapat kesulitan menentukan metode comparable uncontrolled cost [CUP, pembelian hanya dari satu pihak yang mempunyai hubungan istimewa], maka digunakan metode harga jual minus [sales minus / resale cost] yaitu dengan mengurangkan laba kotor (mark up / margin) yang wajar ditambah biaya lainnya yang dikeluarkan Wajib Pajak dari harga jual barang kepada pihak yang tidak ada hubungan istimewa. Mark up / margin yang wajar tersebut diambil dari perusahaan Sesuai yang menjalankan transaksi dengan pihak-pihak yang independen [tidak mempunyai hubungan istimewa].

di contoh ini PT B membeli / impor barang dari H sebesar Rp. 3000 per unit. akan tetapi berdasarkan metode sale minus, harga inti yang wajar dari barang tersebut yaitu Rp. 750 sehingga harga impor wajar yaitu Rp.3000 - Rp.750 = Rp. 2.750.

Terdapat selisih antara harga impor wajar dengan harga impor yang dilaporkan yaitu Rp. 3000 – Rp. 2.750 = Rp. 250. Selisih ini dianggap sebagai pemberian deviden terselubung. Dan Deviden bukan biaya atau pengurang penghasilan bruto akan tetapi objek PPh Pasal 23 [ bila penerima WP Dalam Negeri] dan PPh Pasal 26 [bila penerima WP Luar Negeri].
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo