ORI (Obligasi Negara Ritel) Yang Wajib Kita Tau - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia

ORI (Obligasi Negara Ritel) Yang Wajib Kita Tau


Artikel ORI (Obligasi Negara Ritel) ini khusus memang untuk kita, tapi sebelum membahasnya, perhatikan bahwa : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Betul sekali Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum digunakan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Seluruh pelayanan umum wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah dan digratiskan. Pendidikan wajib hingga jenjang S1 dan digratiskan. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas ORI (Obligasi Negara Ritel), Ingatlah Namun Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

ORI (Obligasi Negara Ritel)


Dengan hormat,
Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Melinda Grace Yosefina Sitorus, mahasiswa tingkat akhir Program Studi S1 Ekstensi Administrasi Fiskal.
Sekarang saya juga bekerja sebagai staf pajak di koperasi Telkomsel.
Saya melihat blog Bapak saat saya browse mengenai masalah - masalah pajak, seperti faktur gabungan, dll.
Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak untuk membagikan saran & informasi - informasi terkait untuk masalah - masalah mengenai pajak.
Adapun , saya akan menyusun skripsi, namun menjalani kesulitan untuk menentukan topik yang akan saya buat.
Menurut Bapak, topik apa yang sebaiknya saya kembangkan, apakah mengenai pajak atas SHU di koperasi Telkomsel atau ORI?
Dalam hal ORI, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan:
1. Saat saya membaca beberapa artikel mengenai ORI, dijelaskan bahwa ORI dikenakan tarif progresif. Padahal di umumnya, atas obligasi dikenakan tarif final sebesar 20%. Apakah alasannya ORI dikenakan tarif progresif?
2. ORI baru dipasarkan untuk dibeli masyarakat dengan cara bebas, apakah yang menyebabkan negara memutuskan untuk menjual ORI kepada masyarakat? Apakah ada faktor politik yang terkait?
Maaf, apabila saya merepotkan. Terimakasih


Salam sejahtera,
Melinda


Jawaban saya
ORI merupakan surat utang “baru” di Indonesia. Sekitar enam tahun ke belakang, salah seorang dosen yang kebetulan menjadi ketua “desk” Manajemen Utang Negara (belum diformalkan) masih bercerita mengenai Obligasi Negara di negara lain dan Indonesia akan (berencana) menerbitkan obligasi juga. Waktu itu yang lebih populer merupakan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan surat utang BI lainnya. Sebab itu, untuk pembuatan skripsi (bahkan tesis) dengan tema ORI, saya pikir akan lebih menarik. Dan ORI merupakan “produk” terbaru dari pemerintah RI. Mungkin, Bisa jadi, mahasiswa dan dosen sama-sama belajar ORI.

Kenapa negara wajib berutang? Salah satu alasannya Sebab penerimaan dari pajak tidak cukup. Dilihat dari sisi ilmu moneter (setidaknya dosen moneter yang pertama bilang ke saya) bahwa utang negara merupakan penerimaan pajak yang dipercepat. di akhirnya, utang tersebut akan dibayar oleh negara dari penerimaan pajak dikemudian hari.

akan tetapi dosen pertama (pengajar obligasi negara) telah menemukan fakta bahwa prakteknya utang dibayar dengan utang. Di negara-negara maju seperti USA dan Jepang, obligasi yang telah jatuh tempo dibayar dengan penerbitan obligasi yang lain. Bahkan dia sedikit bergurau, “Utang negara hanya Bisa lunas bila dunia kiamat.”


PPh Final
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan bunga dari obligasi biasanya diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah (PP). Cantelan atau dasar dari peraturan pemerintah tersebut selalu merujuk di Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang berbunyi, “Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa Imbas, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Sebab itu disebut pula PPh Pasal 4 (2) dan Sebab selalu bersifat final maka disebut pula PPh Final atau sering juga digabungkan menyebutnya menjadi PPh Pasal 4 (2) Final.

Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan Surat Utang Negara (SUN) merupakan :
[1] PP No. 6 tahun 2002 mengenai Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Imbas. Pasal 1 PP No. 6/2002 menyebutkan bahwa yang dimaksud obligasi merupakan obligasi korporasi, dan obligasi pemerintah atau SUN diatas dua belas bulan. Di PP ini hanya ada satu tarif yaitu 20% dan bersifat final!

[2] PP No. 11 Tahun 2006 mengenai Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara. Surat Perbendaharaan Negara (SPN) merupakan SUN dengan jatuh tempo 12 bulan atau kurang. Di PP ini hanya ada satu tarif, yaitu 20% dari diskonto SPN dan bersifat final.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.08/2007, “Obligasi Negara Ritel merupakan Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual.” Sebab itu, perbedaan obligasi negara dengan ORI merupakan segmentasi pemberi utang. Mungkin bahasa politiknya : ORI merupakan bentuk partisipasi warga negara terhadap kekurangan pembiayaan pemerintah he .. he .. he ..

Sebab itu, bila ada artikel yang menyebutkan bahwa ORI dikenakan tarif progresif, tanya aja dasar hukumnya. PP No. 6 tahun 2002 setahu saya belum dirubah. Jadi masih berlaku.


Kenapa Pilih ORI?
Kabarnya ORI merupakan utang negara yang paling “aman” dilihat dari sisi pemerintah. Masih ingat bagaimana “berkuasanya” IMF di masa krisis moneter. hingga-hingga foto penandatanganan LOI antara RI – IMF di Cendana itu jadi perdebatan di media. Kesannya, RI jadi budak IMF, wah gawat. .

Begitu juga dengan utang luar negeri lainnya yang dapatnya dari pemerintah. Mungkin istilahnya G to G, pemerintah RI meminta utang dari pemerintah negara lain. Ini akan beresiko untuk kesetaraan antar dua negara. Bagaimanapun antara kreditur dan debitur tidak setara. Kreditur biasanya lebih tinggi, lebih berkuasa. Ini Sebab faktur uang. Kreditur tidak mau uang yang dipinjamkan ke orang lain akan lenyap begitu aja.

Itulah sebabnya, ORI lebih aman. Sebab krediturnya sangat banyak, dipecah-pecah dan warga negaranya sendiri, maka penerbitan ORI tidak ada resiko seperti pemerintah meminta dana dari IMF. Dan memang kondisi masyarakat juga memungkinkan untuk membli ORI.

Dilihat dari sisi kreditur, ORI lebih aman daripada deposito atau simpanan di bank lainnya. Bank Bisa aja bangkrut dan bubar akan tetapi pemerintah sangat sulit untuk bubar. Dalam keadaan mendesak, pemerintah tinggal mencetak uang untuk membayar ORI yang jatuh tempo, sedangkan bank yang bangkrut? Sebab itu, ORI lebih aman atau lebih kecil resiko wan prestasi.

Selain itu, ORI Bisa jadi benchmark atau ukuran suku bunga untuk obligasi perusahaan. Perusahaan terbuka sekarang Bisa menerbitkan obligasi dengan bunga sekitar ORI. Sama-sama obligasi. Dahulu, perusahaan yang akan mengeluarkan obligasi mungkin berpatokan di bunga bank. Padahal pinjaman bank sebenarnya untuk jangka pendek, Sebab itu bunganya pantas lebih tinggi, walaupun prakteknya dana dari bank juga sering untuk pinjaman jangka panjang.

Cag!

Rekomendasi

Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo