Sebelum membahas mengenai PPh Pasal 25 turun, tidak Bisa dipungkiri : Semboyan Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar gurauan palsu. Memang benar Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya namun belum dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Coba kita bayangkan bila Berikan otonomi seluas luasnya tiap daerah untuk mengatur dan mengelola sumberdaya sendiri. Tidak boleh mengirim TKI untuk tenaga buruh dan pembantu. Beri pendidikan profesional dulu. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas PPh Pasal 25 turun, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.
PPh Pasal 25 turun
Selamat siang Pak Raden.....
Saya mau bertanya mengenai Pajak Penhasilan Badan pasal 25: bila perusahaan mempunyai penghasilan tidak teratur, seperti dalam bidang usaha Penebangan Kayu, dalam proses operasi produksi, membutuhkan waktu yang cukup panjang ditambah lagi faktor cuaca mempunyai peran penting (Penebangan, pengaturan ke Log Yard, ke Log Pond dan pemuatan), Bisa dikatakan bahwa dalam tahun 2007 penghasilan mencapai angka tertentu, dan setelah dihitung PPh badan pasal 25, kita akan menghitung besarnya angsuran untuk tahun berikutnya, Dalam hal ini, kita prediksi untuk Tahun berikutnya tidak lagi sebagus tahun ini, dalam hal ini penerimaan Negara pasti berkurang dan pasti akan terjadi Kelebihan Bayar/Angsur PPh psl 25 (taksiran bila besarnya Margin sama dgn tahun sebelumnya), nah dalam hal ini, apakah ada Anggaran lain yang memperbolehkan tidak wajib diangsur dan akan dihitung sekaligus, bila ada penghasilan. Demikian pertanyaan saya, dan mohon jawabannya.
Salam: Yoseph
Jawaban saya :
Pasal 7 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 537/PJ./2000 :
Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak Bisa menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak Bisa mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dengan cara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan Estimasi penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak membagikan keputusan, permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak Bisa menjalankan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak menjalani peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan wajib dihitung kembali berdasarkan Estimasi kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
Berdasarkan ketentuan diatas, PPh Pasal 25 di dasarnya dihitung berdasarkan PPh terutang tahun lalu. PPh Pasal 25 hanya boleh di”ralat” dalam kondisi :
[a] Setelah tiga bulan, terbukti PPh terutang hanya 75% (atau kurang) dari tahun lalu.
Artinya, sejak bulan April [bulan ke-empat periode akuntansi] Wajib Pajak Bisa mengajukan revisi PPh Pasal 25 bila terbukti PPh terutang untuk periode tiga bulan pertama yang disetahunkan turun 25% dari tahun lalu. Kenapa disetahunkan? Sebab PPh terutang sebenarnya per tahun atau satu periode akuntansi dalam 12 bulan. Sehingga PPh terutang dihitung dalam 12 bulan. Pengecualian bila memang dalam periode akuntansi kurang 12 bulan. Biasanya kondisi seperti ini yaitu Wajib Pajak yang baru berdiri di tengah tahun sedangkan periode akuntansinya mengikuti tahun kalender.
Contoh perhitungan PPh Pasal 25. PPh terutang tahun pajak 2007 sebesar Rp.100 juta. akan tetapi hingga dengan Maret 2017, Laporan Keuangan tiga bulanan menunjukkan bahwa Januari hingga dengan Maret 2017 Wajib Pajak hanya membukukan PPh terutang sebesar Rp.15 juta. PPh terutang untuk satu tahun (dengan asumsi kondisi sama di bulan-bulan berikutnya) berarti sebesar hanya Rp.60 juta. Artinya, tahun pajak 2017 PPh terutang turun (berkurang) hingga dengan 60% dari tahun pajak 2007. Atau, di tahun berjalan terbukti PPh terutang kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang tahun lalu. Sebab itu, PPh Pasal 25 untuk bulan April 2017 dan selanjutnya Bisa dihitung sebagai berikut:
Rp.60 juta x tarif progressif x (1/12) = Rp.541.666,-
Padahal seharusnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut (dihitung berdasarkan PPh terutang tahun pajak 2007):
Rp.100 juta x tarif progressif x (1/12) = Rp.1.041.666,-
[b] Kenaikan PPh terutang 50% dari tahun lalu.
Syarat ini tidak ada batasan bulan tahun berjalan. Artinya, Bisa dipertengahan atau sepertiga periode akuntansi. Tutorial menghitungnya sama dengan pengurangan diatas.
Catatan terakhir, perhatikan Perkataan-Perkataan "Bisa". Artinya, Penghitungan kembali yang menyebabkan berkurangnya PPh Pasal 25 ini tidak wajib atau wajib akan tetapi boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan. Sebaliknya bila menyebabkan bertambahnya PPh Pasal 25 maka Perkataan-katanya digantu menjadi "wajib". Perhatikan Pasal 7 ayat (4)Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. 537/PJ./2000 diatas.
cag!