Jasa perhotelan Yang Wajib Kita Baca - Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Belajar Pajak | Sejarah dan Sosial Budaya

Situs Personal Berbagi Ilmu Pajak dan Sejarah Indonesia


Sebelum membahas mengenai Jasa perhotelan, ada baiknya untuk menyimak hal berikut ini : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Memang benar Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Tidak boleh mengirim TKI untuk tenaga buruh dan pembantu. Beri pendidikan profesional dulu. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Jasa perhotelan, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Jasa perhotelan


Diantara yang sering dipertanyakan berkaitan dengan objek persewaan bangunan merupakan persewaan ruangan oleh hotel kepada pihak lain. Apakah persewaan seperti ini termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final yang mengacu ke Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 atau bukan. Sebelumnya, saya selalu berpatokan bahwa yang dikecualikan dari persewaan ruangan di hotel merupakan sewa kamar untuk menginap Sebab termasuk wilayah Pajak Hotel. akan tetapi pendapat itu sekarang dikoreksi Sebab ternyata ada yang namanya Jasa Perhotelan atau Jasa dibidang perhotelan. Berikut catatannya:

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 menyebutkan :
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.

Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 sebagai pelaksana dari PP No. 29 Tahun 1996 diatas memperluas pengertian persewaan bangunan dengan “atau pertemuan termasuk bagiannya”, berikut bunyi lengkap Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Walaupun Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 ini telah dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 0/KMK.03/2002 akan tetapi perubahan hanya untuk Pasal 2. Artinya pengertian persewaan tanah dan/atau bangunan tidak berubah.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-22/PJ.4/1996 mempertegas pengertian sewa yang dimaksud dengan PP No. 29 Tahun 1996. Berikut bunyi lengkapnya :
..atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. Dalam Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal bagus di dalam gedung ataupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut.

Sebab itu sangat wajar bila sebelumnya saya berpendapat bahwa sewa ruangan untuk acara [ contoh ] : seminar, training management, dan acara rapat termasuk dalam pengertian sewa bangunan yang wajib dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebagaimana dimaksud di PP NO. 29 Tahun 1996. Ruangan bagian hotel yang disewakan ke konsumen untuk acara seminar atau acara rapat [meeting] termasuk “pertemuan”.

Pendapat itu setelah itu berubah setelah ada email yang menanyakan surat Sekretaris Ditjen Pajak mengenai pemotongan PPh atas kegiatan di Hotel. Inti surat S-3285/PJ.013/2007 merupakan jawaban kenapa Ditjen Pajak tidak memotong PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 untuk acara Diklat Fungsional Pemeriksa Pajak yang dilakukan di hotel, padahal instansi lain memungut PPh dimaksud untuk acara yang Sesuai [diselenggarakan di hotel]. Tentu aja saya tidak mempunyai kapasitas “melawan” surat tersebut. Sebab itu, sebelum menjawab, saya pelajari pelan-pelan surat yang disertakan di email tersebut. Ternyata, pendapat saya yang pertama salah.

Inti kesalahan pendapat pertama merupakan adanya istilah “jasa perhotelan”. Sebenarnya lebih tepat disebut “Jasa dibidang perhotelan”. Kita urutkan, kenapa wajib ada definisi jasa perhotelan. Bermula dari Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok jasa, “ .. jasa di bidang perhotelan; …

setelah itu berdasarkan kuasa Pasal 4A UU PPN 1984 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 mengenai Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan :
Jenis jasa di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf k meliputi :
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.


Berdasarkan pengertian ini, bahwa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel merupakan Jasa Perhotelan! Artinya, jasa perhotelan mempunyai pengertian khusus. Pengertian khusus ini mengalahkan pengertian umum mengenai “sewa bangunan”. Kita perhatikan bahwa Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 menyebutkan Perkataan “pertemuan” sebagai bagian dari sewa bangunan. Begitu juga di Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan Perkataan “pertemuan di hotel”. Sama-sama pertemuan!

Catatan saya bahwa persewaan ruangan selain untuk kegiatan acara atau pertemuan [seperti disewakan untuk kios, untuk kantor, untuk usaha lain] masih tetap merupakan sewa rungan yang mengacu kepada PP No. 29 Tahun 1996 walaupun dilakukan oleh hotel Sebab tidak sesuai dengan pengertian jasa perhotelan sebagaimana dimaksud di PP No. 144 Tahun 2000.

Jasa perhotelan merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN [bukan objek PPN]. Selain itu, jasa perhotelah bukan objek PPh Pasal 23 Sebab tidak disebutkan di PER-70/PJ/2007. Apakah objek PPh Pasal 22? Bukan juga Sebab objek PPh Pasal 22 merupakan pembelian atau belanja barang.

Cag!

Jasa perhotelan Yang Wajib Kita Baca


Sebelum membahas mengenai Jasa perhotelan, ada baiknya untuk menyimak hal berikut ini : Tagline Indonesia gemah ripah lojinawi bukan sekedar lelucon warisan. Memang benar Indonesia ada diposisi masa kejayaan di jaman kerajaan2 dahulu. Indonesia ini negara dengan sumber alam yg kaya sayang belum dimanfaatkan untuk pembangunan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan bila Seluruh Industri dan perusahaan wajib dimiliki & dikelola pemerintah daerah. Tidak boleh mengirim TKI untuk tenaga buruh dan pembantu. Beri pendidikan profesional dulu. Maka Indonesia akan cepat berkembang. Sebelum membahas Jasa perhotelan, Ingatlah bila Itu semua akan terlaksana bila kita membayar pajak dengan bagus.

Jasa perhotelan


Diantara yang sering dipertanyakan berkaitan dengan objek persewaan bangunan merupakan persewaan ruangan oleh hotel kepada pihak lain. Apakah persewaan seperti ini termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) Final yang mengacu ke Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 atau bukan. Sebelumnya, saya selalu berpatokan bahwa yang dikecualikan dari persewaan ruangan di hotel merupakan sewa kamar untuk menginap Sebab termasuk wilayah Pajak Hotel. akan tetapi pendapat itu sekarang dikoreksi Sebab ternyata ada yang namanya Jasa Perhotelan atau Jasa dibidang perhotelan. Berikut catatannya:

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 menyebutkan :
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.

Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 sebagai pelaksana dari PP No. 29 Tahun 1996 diatas memperluas pengertian persewaan bangunan dengan “atau pertemuan termasuk bagiannya”, berikut bunyi lengkap Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Walaupun Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 ini telah dirubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 0/KMK.03/2002 akan tetapi perubahan hanya untuk Pasal 2. Artinya pengertian persewaan tanah dan/atau bangunan tidak berubah.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-22/PJ.4/1996 mempertegas pengertian sewa yang dimaksud dengan PP No. 29 Tahun 1996. Berikut bunyi lengkapnya :
..atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. Dalam Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal bagus di dalam gedung ataupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut.

Sebab itu sangat wajar bila sebelumnya saya berpendapat bahwa sewa ruangan untuk acara [ contoh ] : seminar, training management, dan acara rapat termasuk dalam pengertian sewa bangunan yang wajib dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebagaimana dimaksud di PP NO. 29 Tahun 1996. Ruangan bagian hotel yang disewakan ke konsumen untuk acara seminar atau acara rapat [meeting] termasuk “pertemuan”.

Pendapat itu setelah itu berubah setelah ada email yang menanyakan surat Sekretaris Ditjen Pajak mengenai pemotongan PPh atas kegiatan di Hotel. Inti surat S-3285/PJ.013/2007 merupakan jawaban kenapa Ditjen Pajak tidak memotong PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 untuk acara Diklat Fungsional Pemeriksa Pajak yang dilakukan di hotel, padahal instansi lain memungut PPh dimaksud untuk acara yang Sesuai [diselenggarakan di hotel]. Tentu aja saya tidak mempunyai kapasitas “melawan” surat tersebut. Sebab itu, sebelum menjawab, saya pelajari pelan-pelan surat yang disertakan di email tersebut. Ternyata, pendapat saya yang pertama salah.

Inti kesalahan pendapat pertama merupakan adanya istilah “jasa perhotelan”. Sebenarnya lebih tepat disebut “Jasa dibidang perhotelan”. Kita urutkan, kenapa wajib ada definisi jasa perhotelan. Bermula dari Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 bahwa jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai didasarkan atas kelompok-kelompok jasa, “ .. jasa di bidang perhotelan; …

setelah itu berdasarkan kuasa Pasal 4A UU PPN 1984 ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 mengenai Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan :
Jenis jasa di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf k meliputi :
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.


Berdasarkan pengertian ini, bahwa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel merupakan Jasa Perhotelan! Artinya, jasa perhotelan mempunyai pengertian khusus. Pengertian khusus ini mengalahkan pengertian umum mengenai “sewa bangunan”. Kita perhatikan bahwa Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 menyebutkan Perkataan “pertemuan” sebagai bagian dari sewa bangunan. Begitu juga di Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 menyebutkan Perkataan “pertemuan di hotel”. Sama-sama pertemuan!

Catatan saya bahwa persewaan ruangan selain untuk kegiatan acara atau pertemuan [seperti disewakan untuk kios, untuk kantor, untuk usaha lain] masih tetap merupakan sewa rungan yang mengacu kepada PP No. 29 Tahun 1996 walaupun dilakukan oleh hotel Sebab tidak sesuai dengan pengertian jasa perhotelan sebagaimana dimaksud di PP No. 144 Tahun 2000.

Jasa perhotelan merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN [bukan objek PPN]. Selain itu, jasa perhotelah bukan objek PPh Pasal 23 Sebab tidak disebutkan di PER-70/PJ/2007. Apakah objek PPh Pasal 22? Bukan juga Sebab objek PPh Pasal 22 merupakan pembelian atau belanja barang.

Cag!
Load Comments

Subscribe Our Newsletter

Notifications

Disqus Logo